Three Kingdom General test | Page 3

House of Khilafah oleh United States National Security Agency dan tercantum sebagai penerima gaji dari perusahaan konsulatan internasional, dia berkelana ke berbagai pelosok dunia - ke Indonesia, Panama, Ekuador, Kolumbia, Saudi Arabia, Iran dan negara strategis lainnya. Pekerjaannya adalah menerapkan kebijakan yang mempromosikan kepentingan korporatokrasi (Koalisi pemerintah, bank dan korporasi) Amerika Serikat, sambil menyatakan minat mengurangi kemiskinan - suatu kebijakan yang sebenarnya mengasingkan berbagai bangsa serta meyebabkan peristiwa 11 September dan meningkatkan Anti-Amerika. Daftar Isi BAGIAN I: 1963 -1971 BAB 1 Seorang Economic Hit Man Lahir……1 BAB 2 "Untuk Seumur Hidupmu"………….. 12 BAB 3 Indonesia: Pelajaran untuk Seorang EHM ……….22 BAB 4 Menyelamatkan Sebuah Negara dari Komunisme………..26 BAB 5 Menjual Jiwaku ………………32 BAGIAN II: 1971- 1975 BAB 6 Peranku Sebagai Penyelidik ……….41 BAB 7 Mengadili Peradaban……………. , 46 BAB 8 Yesus, Dilihat Secara Berbeda…………. 52 BAB 9 Kesempatan Seumur Hidup………………. 57 BAB 10 Presiden dan Pahlawan Panama ………….64 BAB 11 Perompak di Zona Terusan ………………70 BAB 12 Prajurit dan Pelacur …………………………74 BAGIAN III ; 1975 - 1981 BAB 17 Negosiasi Terusan Panama dan Graham Green……..113 BAB 18 Raja Diraja Iran …………….122 BAB 19 Pengakuan Seorang Laki-Laki yang Dianiaya…………..128 BAGIAN IV : 1981 - Sekarang BAB 26 Kematian Presiden Ekuador ………………..175 BAB 27 Panama : Kematian Presiden Lain……181 BAB 28 Perusahaan Energiku, Enron dan George W. Bush…………..185 Kutipan dari Kompas…… Pengakuan Perkins Namanya John Perkins, warga Amerika Serikat yang mengungkapkan jaringan corporatocracy. Inilah ilmu tentang mencari untung sebanyak- banyaknya dengan memeras habis negara yang mudah dikelabui, seperti Indonesia. Lewat bukunya, Confessions of An Economic Hit Man (2004), ia mengaku salah dan menyesali mengapa para pemimpin negaranya belum berubah. Ah, tak apa-apa karena di sini juga belum ada perubahan kok. Perkins adalah economic hit man (EHM) untuk sebuah perusahaan konsultan MAIN di Boston, AS. Cara kerja mereka mirip dengan mafia karena menggunakan segala caraâ€―termasuk membunuh atau mempekerjakan pelacurâ€―untuk mencapai tujuan politik dan ekonomi. Ia menulis bahwa EHM bertanggung jawab atas terbunuhnya Presiden Panama Omar Torrijos dan Presiden Ekuador Jaime Roldos. Dua kepala negara di Amerika Latin ini mesti dilenyapkan karena menentang ilmu cari untung itu, yang dijalani Gedung Putih dan para eksekutif eksklusif. Kita melakukan pekerjaan kotor. Tak ada yang tahu apa yang kamu lakukan, termasuk istrimu. Kamu mau ikut atau tidak? Kalau mau, kamu dilarang keluar dari kantor ini sampai mati,― kata sang bos Perkins yang suatu hari tiba-tiba raib ibarat hantu. Tugas pertama Perkins membuat laporan fiktif agar lembaga- lembaga bantuan (Perkins menyebut IMF, Bank Dunia, dan USAID) mau mengeluarkan utang. Dana itu disalurkan ke proyek-proyek infrastruktur yang dikerjakan berbagai perusahaan top AS, seperti Bechtel dan Halliburton. Tugas kedua, Perkins harus membangkrutkan negeri penerima utang. Setelah tersandera utang setinggi gunung, barulah si negara penerima dijadikan kuda yang dikendalikan sang kusir. Presiden negara pengutang akan ditekan supaya, misalnya, memberikan voting pro-AS di Dewan Keamanan PBB atau memberikan lokasi untuk pangkalan militer AS. Bisa juga Washington menekan agar negeri pengutang menjual ladang minyak atau kekayaan alam lainnya. Selama tiga bulan di tahun 1971 Perkins keliling Indonesia menyiapkan dongeng tentang pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita (GNP) kita. Angka-angka itu digelembungkan setinggi mungkin mendekati langit ketujuh. Angka-angka catutan itu dilaporkan kepada Bank Dunia atau IMF. Para eksekutif di situ juga tukang-tukang ngibul yang serentak menganggukkan kepala sambil berdecak kagum, ―Wow, Indonesian economy is going to be great, yes?― Bos Perkins bilang, Presiden AS Richard Nixon ingin Indonesia diperas sampai kering seperti kain pel habis dipakai melantai. Negeri ini ibarat real estat terbesar di dunia yang tak boleh jatuh ke tangan Uni Soviet atau China. ―Berbicara tentang minyak bumi, kita tahu bagaimana negara kita tergantung darinya. Indonesia bisa menjadi sekutu kuat kita dalam soal itu,― kata bos Perkins, Charlie Illingworth, suatu kali di Bandung. Corporatocracy antara elite politik dan bisnis AS itu disambut hangat para pejabat kita. Paling penting, rekening bank para pejabat itu tak boleh sampai tinggal keraknya doang seperti tungku penanak beras. Maka orang-orang Gedung Putih, Bechtel, Halliburton, lembaga-lembaga bantuan, MAIN, dan para pejabat itu saling tersenyum dan mengedipkan mata. Proyek ―pembangkrutan― (bukan pembangunan) Indonesia pun dimulai. http://khilafah1924.org Powered by J oomla! Generated: 7 February, 2013, 15:03