The Sparks Magazine 1st Edition, 2014 | Page 64

Galileo Galilei (1564-1642) Oleh: Mr. Januarius Widyantarto Guru Agama/Religion di SMA St. Peter dan St. Peter’ School International. Kita tentu ingat kisah Galileo Galilei. Ia seorang ilmuwan muda Italia berbakat. Ia seorang astronom, filsuf, dan fisikawan Italia yang memiliki peran besar dalam revolusi ilmiah. Reputasi ilmiahnya tersohor. Dengan teleskopnya, ia menguraikan teori baru tentang jagat raya. T eori Heliosentris. Matahari sebagai pusat alam semesta. Jelas pandangan baru ini sangat revolusioner. Temuannya membuat geger. Pihak yang paling kebakaran jenggot saat itu adalah Gereja Katolik. Mengapa? Karena Gereja sampai saat itu menganut paham geosentris, suatu pandangan yang mengatakan bahwa bumi sebagai pusat jagat raya. Bumi tempat manusia berdiam berhenti di tempat dikelilingi oleh bulan, matahari, dan bintang-bintang. Paham geosentris yang dikemukakan Claudius Ptolemeus tahun 140 SM telah berabad-abad diyakini kebenarannya oleh Gereja. Apalagi dalam Kitab Yosua (10:12-13), 64 misalnya, dikatakan bahwa atas permintaan Yosua matahari berhenti dan bulan pun tidak bergerak. Kutipan ini meyakinkan dukungannya pada teori geosentris ini. Karena itu ketika Galileo Galilei pada tahun 1610 menerbitkan buku Siderus Nuntius yang isinya mendukung teori Nicolaus Copernicus tentang heliosentris, matahari sebagai pusat alam semesta, jelas bertentangan dengan pandangan Ptolemeus, yang didukung oleh Gereja dan menjadi pandangan Gereja. Badan Pemeriksa Iman (yang disebut Inkuisisi), yang bertugas menjaga kebenaran iman Gereja Katolik, secara tegas menolak gagasan Galileo Galilei. Selanjutnya Gereja memberi label Galileo Galilei sebagai seorang