Tempo Edisi Khusus Wiji Thukul, 13 - 19 Mei 2013 | Page 81
Meditasi Membaca Buku
Sajak
Buku membuat aku jadi pribadi sendiri
Aku terpisah dari orang-orang
Yang bekerja membangun dunia
Dengan pukul palu peluh dan tenaga
Aku merasa lebih mulia
Karena memiliki pengetahuan dan
mampu membeli
Aku merasa plus dan tak rendah diri
Lebih dari yang lain
Biarpun tak menindakkan apa-apa
sajakku gerakan
bahasaku perlawanan
kata-kataku menentang
ogah diam
Aku bisa membuat alasan
Aku jadi lebih pintar berargumentasi
Dan diskusi panjang lebar
Biarpun tidak menindakkan apa-apa
Aku kenal penyair-penyair besar
Dan merasa lebih berarti
Aku mengangguk-angguk saja ngantuk
Mengagumi orang-orang besar
Pikiranku meloncat-loncat
Mencekal ruus-rumus
Dengan kepercayaan yang tulus
Lalu merasa lain dari yang kemarin
Dan lebih ilmiah
Biarpun tidak menindakkan apa-apa
Dan tak berani menolak printah
Apalagi membangkang si pemerintah
Yang tak berakal sehat
Buku membuat tanganku tak kotor
Aku merasa takut kotor
Dan disebut tukang
Biarpun aku ini sama saja
Dengan kalian yang bekerja
Menggali jalan-jalan untuk telephone
Yang bekerja dengan pukul palu peluh
dan tenaga
Mendirikan gedung-gedung bagus dan
kantor negara
ucapanku protes
suaraku bergetar
tidak! tidak!
sajakku
adalah keluh-kesah dari kegelapan
sajakku adalah ketidakpuasan
yang dari tahun ke tahun
hanya jadi guman
sajakku
adalah kritik-kritik
yang hilang dalam bisik-bisik
sajakku mencari mahasiswa
aku ingin bicara
kehidupan sehari-hari
makin menekan
aku ingin membacakannya
bersama suara-suara perempuan
yang menggapai-gapai jendela kaca
sambil menawarkan salaknya
kepadamu
di stanplat
aku ingin membacakan sajakku
dalam diskusi-diskusi ilmiah
dalam rapat-rapat gelap
dalam pentas-pentas sandiwara
di depan penyair
aku ingin menuliskan sajakku
dan mengucapkan kembali
kata-kata kita
yang hilang dicuri di depan
matamu
solo- desember 1987
Buku-buku mendudukkan aku di
tempat yang tak boleh diganggu
Saudara-saudara bangunkan aku!
sorogenen, 14 maret 1988
-35-