Tempo Edisi Khusus Wiji Thukul, 13 - 19 Mei 2013 | Page 31

-Wiji bisa untuk menelepon gratis. Tapi biasanya kalau sore antreannya banyak, sehingga Thukul jika hendak menelepon istrinya harus malam hari. ”Biasanya, kalau dia menelepon, aku yang mengantarkan,” katanya. Setelah menelepon, menurut Margiyono, Thukul kemudian mengajaknya ngobrol. Kepadanya, Thukul secara romantis bercerita tentang Sipon, sang istri. ”Aku masih ingat betul kata-kata Thukul waktu itu, ‘Selama aku kawin dengan Sipon, aku benar-benar merasa mencintai dia itu ya saat ini. Aku benar-benar ingin bertemu dengan dia’,” Margiyono menuturkan. Margiyono ingat, saat Thukul curhat soal betapa cintanya dia kepada Sipon di Kemayoran itu, mereka sempat mendengar siaran radio yang menyiarkan pidato Soeharto tentang krisis ”Badai Pasti Berlalu”. Bila kita cek, pidato ”Badai Pasti Berlalu” itu disampaikan Soeharto pada pengajuan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1998/1999 di depan Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, 6 Januari 1998. Mana yang betul: Wiji Thukul pulang ke Solo akhir Desember 1997 atau awal 1998? Soalnya, aktivis PRD yang lain, Nezar Patria (kemudian juga diculik), mengaku bertemu dengan Thukul di tangga rumah susun Kemayoran sekitar awal Januari 1998, yang bertepatan dengan harihari awal Ramadan 1418 Hijriah. ”Dia pamit sama aku. Kami berpapasan di tangga rusun Kemayoran. Aku pulang, dia turun,” ujar Nezar. Saat itu, kata Nezar, Thukul menyebutkan akan pergi ke Yogyakarta untuk bertemu dengan Sipon. ”Aku tanya apa sudah koordinasi dengan kawan-kawan Yogya supaya kedatangannya aman? Dia menjawab, ‘Oh, sudah. Nanti aku atur sama teman di Parangtritis’. Gitu dia bilang.” Nezar lalu setuju karena tahu bahwa titik temunya di tempat umum, seperti Parangtritis. ”Terus aku enggak dengar kabarnya lagi sampai kami diculik,” ucap Nezar. Tapi bisa jadi Thukul berencana pulang menemui keluarganya sebanyak dua kali dalam waktu yang berdekatan, yakni menjelang Natal 1997 ORDER CETAKAN DI POS PENGUMBEN ATAHARI rembang saat seorang pria kurus TEMPO/DWIANTO WIBOWO M datang ke kantor Percetakan Cipta Lestari, sebuah percetakan kecil-kecilan di satu sudut jalan di bilangan Pos Pengumben, Jakarta Barat. Mengenakan kaus putih, si pria datang ke sana dengan angkutan umum. ”Saya ingat betul figurnya saat itu,” kata Nurman, si empunya percetakan, kepada Tempo tiga pekan lalu. ”Itu khas Wiji Thukul.” Kala itu, menjelang akhir 1997, Thukul datang hendak mengambil order cetakan yang ia percayakan pengerjaannya kepada Nurman. Lelaki yang biasa dipanggil Om Nur oleh para aktivis ini adalah eks tahanan politik kasus G30S pada 1965 yang kerap mendapat kepercayaan mencetak buletin Partai Rakyat Demokratik, Suluh Pembebasan. Nurman menyambut hangat tamunya. Thukul: Pelarian- karena Fajar Merah, anak keduanya berulang tahun, dan untuk berlebaran pada sekitar Februari 1998 sekaligus merayakan ulang tahun anak pertamanya, Fitri Nganthi Wani. Hal ini diperkuat oleh pengakuan Wahyu Susilo, adik Thukul. Menurut Wahyu, pertemuan fisik terakhir dirinya dengan Thukul adalah pada November 1997 di rumah kos Wahyu di Pos Pengumben, Jakarta Barat. Sedangkan setelah itu, kata Wahyu, ia ditelepon oleh sang kakak menjelang Lebaran 1998. ”Seingat saya, puasa itu Januari, maka Lebaran pasti Februari,” ujar Wahyu. Di telepon saat menjelang Lebaran itu, kata Wahyu, Thukul mengungkapkan bakal pulang ke Solo karena Wani akan berulang tahun. Menurut Wahyu, Wani berulang tahun pada Mei 1998. Tapi, menurut Sipon, pertemuan fisik terakhir mereka terjadi pada Desember 1997 di Stasiun Tugu, Yogyakarta, lalu dilanjutkan di Parangtritis itu. Tidak ada lagi perjumpaan kedua di Parangtritis dengan Thukul menjelang atau setelah Lebaran 1998. ● Maklum, baginya, Thukul adalah kawan diskusi yang mengasyikkan untuk berbicara tentang sajak atau puisi. ”Kami pernah membahas fungsi puisi dalam konteks perjuangan,” lelaki 71 tahun itu mencontohkan. Seingat Nurman, cetakan yang diambil Thukul saat itu berjumlah 300-400 eksemplar. Setelah pesanan berpindah tangan, Thukul segera memasukkannya ke tas. Lalu ia pergi. Pertemuan dan perjamuan di kantor percet