Tempo Edisi Khusus Wiji Thukul, 13 - 19 Mei 2013 | Page 27
-Wiji
Thukul:
Pelarian-
Unjuk rasa
Partai
Rakyat
Demokratik
di Monumen
Proklamasi,
Jakarta,
November
1998.
Repro
dokumen PRD
(kiri).
TEMPO/ RULLY KESUMA
63
manfaatkan teknologi Internet, yang masih sangat terbatas.
”Kami bawa laptop yang saat itu sangat tebal dengan modem
yang suaranya berisik,” ujar Jati.
Setiap dokumen dilindungi dengan enkripsi atau pengodean. Seorang kawan dari Australia membantu proses enkripsi
dokumen. Sistem yang digunakan merupakan alternatif yang
saat itu biasa digunakan aktivis kiri. ”Untuk menghindari penyadapan dokumen dari CIA,” kata Jati.
Lewat sistem itu, bila ingin membuka dokumen, diperlukan
dua orang, karena masing-masing menyimpan separuh kata
kunci yang sama-sama dirahasiakan. ”Jadi dokumen tak akan
bisa dibuka bila salah satu orang tak hadir. Ini untuk perlindungan bila salah satunya diculik,” ujar Jati. Dokumen yang dienkripsi di antaranya daftar teman, dokumen organisasi, hasil
rapat, dan rencana-rencana aksi.
Arus komunikasi dibuat berjenjang antara pemimpin kolektif pusat dan kolektif daerah. ”Ada kurir atau penyambung informasi yang juga merupakan anggota kolektif pusat,” kata Jati.
Dia mencontohkan dirinya, Thukul, Bima, dan Herman, yang
menjadi anggota kolektif pusat sekaligus kurir. Bima dan Herman merupakan aktivis PRD yang hilang pada 1998 dan belum
ditemukan hingga sekarang.
Para kurir mengkonsolidasi pesan ke mahasiswa, buruh,
dan kaum miskin kota. ”Saya menerima selebaran-selebaran dan dokumen partai dari kurir di Jakarta yang bekerja untuk beberapa universitas di Jawa Tengah dan Jawa Timur,” kata
Ulin Niam Yusron, aktivis PRD di Universitas Negeri Sebelas Maret, Solo. Setiap kali dokumen selasai dibaca, kader harus sege-
ra memusnahkannya. Ulin memimpin beberapa demonstrasi
yang hanya diikuti kurang dari 20 orang, mulai akhir 1996, kemudian dilakukan terus-menerus dan berkembang hingga demonstrasi di kota.
Beberapa organisasi legal dibentuk untuk mengkonsolidasi
kekuatan mahasiswa, buruh, atau kaum miskin kota. Komite
yang dibentuk di antaranya Komite Nasional untuk Perjuangan
Demokrasi (KNPD), Komite Pendukung Megawati (KPM), dan
Koalisi Mega-Bintang-Rakyat.
KNPD dibentuk pada 14 April 1997 sebagai organisasi legal
yang berperan meningkatkan konsolidasi dan gerakan di kampus. Jati menjadi kurirnya sekaligus pengarah organisasi, sementara Herman Hendrawan sebagai Ketua Departemen Kerja
Sama. KNPD berhasil membentuk Dewan Penyelamat Kedaulatan Rakyat, yang menggalang persatuan mahasiswa, buruh,
kaum miskin kota, dan kaum tani.
Adapun KPM dibentuk di setiap kota dengan tujuan mendorong munculnya koalisi lewat dukungan terhadap Megawati.
KPM tingkat nasional dipimpin Ribka Tjiptaning, anggota PRD,
dan diresmikan pada 12 Februari 1998 di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta.
Berbagai kesibukan aktivis PRD dalam gerakan bawah tanah
ataupun organisasi legal membuat mereka terlambat menyadari hilangnya Thukul. Sistem sel gerakan bawah tanah dengan
pola komunikasi tertutup juga menyumbang keterlambatan informasi. PRD mulai mencari Thukul pada 1999 dan membentuk
tim investigasi orang hilang.
●
1 APRIL 2012 |
| 63