Tempo Edisi Khusus Wiji Thukul, 13 - 19 Mei 2013 | Page 22

BERJUMPA DI SEBERANG GRAMEDIA Bertemu dengan adik kandungnya di rumah makan Padang. Berjas, menghadiri pertemuan aktivis partai di hotel. B AGI Wahyu Susilo, 47 tahun, sindiran ”priayi” yang diucapkan kakaknya, Wiji Thukul, begitu membekas. Pernah suatu ketika, saat Wahyu kuliah di Universitas Negeri Sebelas Maret, Solo, Thukul marah karena ia memilih menjadi anggota panitia konser musik rock ketimbang aktif memikirkan persoalan kaum mis- 58 | | 1 APRIL 2012 kin. Menurut Thukul, apa yang dilakukan Wahyu itu merupakan kegiatan gaya orang kaya. Padahal kegiatan mahasiswa paling kerap pada 1980-an itu, ya, konser musik rock dan kontes slalom test. ”Ngapain kamu, orang lain menderita, kamu mewah sekali. Priayi sekali kamu,” ujar Wahyu, menirukan perkataan Thukul kala itu. Menurut Wahyu, Thukul tidak suka Wiji Thukul (kanan atas) saat mengisi acara kesenian di Solo, 1985. melihat orang yang tidak melayani orang tapi minta dilayani. ”Kata ‘priayi’ adalah umpatan dari dia.” Wahyu mengaku malu mendapat sindiran dari kangmasnya itu. Wahyu mengatakan cukup dekat dengan Thukul. Bahkan beberapa puisi karya Thukul dibuat untuknya. Bagi Wahyu, Thukul adalah simbol perjuangan mencari keadilan—seperti perjuangan para buruh migran yang sehari-hari ditangani Wahyu sebagai analis kebijakan sekaligus pendiri Migrant Care. Adik kandung Thukul ini dua kali bertemu dengan kakaknya sepulang dari Kalimantan. Pertemuan pertama terjadi sekitar Juli 1997. Menurut dia, Thukul menelepon dan meminta bertemu di rumah makan Padang di seberang Toko Buku Gramedia, Matraman, Jakarta Timur. Pertemuan itu menjadi ajang kangen-kangenan kakak-adik setelah DOK ROSSYLIN VAN DER BOSCH 58