Tempo Edisi Khusus Wiji Thukul, 13 - 19 Mei 2013 | Page 19

-Wiji baru, Thomas menyediakan sebuah radio. BBC menjadi siaran favorit Thukul. Seperangkat komputer menjadi senjata Thukul menumpahkan karyanya. Sekitar tiga bulan di rumah ini, dia sempat membuat beberapa puisi. Namun, ketika hendak pindah, dia berujar, ”Mas, aku hapus ya puisi-puisinya.” Karena itu, tak ada satu pun file yang tersisa di rumah yang kini sudah direnovasi tersebut. DOK: ROSSYLIN VAN DER BOSCH -- BANGUNAN yang didirikan pada 1995 itu masih tegak ketika Tempo datang pada akhir Maret lalu. Terletak di Kompleks Korpri, Blok S Nomor 348, Sungai Raya Dalam, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, rumah panggung ini berdiri di atas tiang setinggi satu meter. Alasnya yang terbuat dari kayu itu berderitderit bila diinjak. Kini rumah itu ditinggali Albert. ”Saya tidak tahu Martin atau Paul yang dahulu di sini,” kata lelaki yang menempati rumah ini sejak empat tahun lalu itu. Di rumah itulah Thukul paling lama menghabiskan hari-harinya di Pontianak. Selain terdapat ruang tamu dan dapur, bangunan milik Martin Siregar itu memiliki dua ka- Wiji Thukul pada akhir 1980-an. mar tidur. Thukul tinggal di kamar belakang yang luasnya sekitar sembilan meter persegi. Martin, aktivis asal Medan yang juga sempat dikejar pemerintah Orde Baru, menempati kamar depan bersama istrinya, Idawaty, perempuan Dayak dari daerah Sanggau. Rencana awalnya, Thukul akan ditempatkan di gereja atau biara untuk dipekerjakan sebagai office boy atau tukang kebun. Selain menyamarkan keberadaan Thukul, juga memberi waktu yang cukup leluasa baginya agar bisa berkarya. Kabarnya, itu adalah keputusan Jakarta. Namun Martin tak tahu siap pembuat kebijakan tersebut. Yang dia ingat, pada akhir Agustus 1996, Djueng memanggilnya dan memberi tahu ada kawan yang membutuhkan bantuan. Di rumah Djueng, tahulah dia tokoh tersebut. Martin sempat bertemu dengan Thukul sewaktu di Yogyakarta pada akhir 1980-an. Begitu juga Boy, sekondan lama yang ia kenal ketika melanglang ke Bandung. Martin kemudian sering menjenguk Thukul di rumah Thomas. Kadang mengajaknya berkeliling kota khatulistiwa itu. Tak jarang dua lelaki ini menghabiskan waktu berdua hingga tengah malam. Rupa- Thukul: Pelarian- nya, ”kebebasan” ini disukai Thukul. Sampai akhirnya ia mengungkapkan hasratnya. ”Tin, aku tidur di rumahmu saja,” kata Thukul. Di rumah, Martin memperkenalkan Thukul kepada tetangganya sebagai Paul, pun kepada Idawaty, istrinya. Supaya istri dan kerabatnya tidak curiga, Paul dikatakan sebagai kawannya, orang Solo yang berjualan bakso di Singkawang habis dirampok sehingga tak punya modal dan terpaksa tinggal di rumah mereka. Kedok ini tak terbongkar berbulan-bulan hingga akhir 1996, ketika tabloid Detak memuat wajah Thukul. Adik Idawaty yang tinggal di asrama mahasiswa terkejut melihat foto buron tersebut, pun temantemannya yang pernah berjumpa dengan Thukul di rumah Idawaty. ”Untung, aku bisa meyakinkan bahwa foto di tabloid itu adalah saudara kembarnya Paul,” ujar Martin sambil tertawa. Namun, kepada istrinya, Martin membuka selubung misteri Bang Paul itu. Menurut Ida, selama di rumah, kegiatan rutin Bang Paul adalah menyapu halaman, membersihkan dapur, dan mencabut rumput. Kadangkadang menyeduh kopi atau teh untuk pasangan suami-istri itu. Bersama Martin, dua lelaki itu juga bercocok tanam sayuran di kebun belakang rumah. ”Sepertinya di sini merasa nyaman. Bang Paul tak ada tanda-tanda masih paranoid,” kata Ida. Paul punya kebiasaan seperti ketika di rumah Thomas. Pagi hari dia mendengarkan siaran BBC dari radio butut yang mesti dipegang antenanya agar mendapat sinyal jernih. Karena itu, dia mendengarkannya sambil jongkok. Ketika memasuki sesi pelajaran bahasa Inggris, pensil dan kertas sudah di tangannya untuk mengerjakan apa yang diperintahkan penyiar. Setelah kelar dengan urusan ”kursus” itu, Paul berkeliling Pontianak dengan sepeda Federal milik Martin. Tetangga kanan-kiri mafhum dengan rutinitas ini. Walau terlihat lebih rileks, Thukul tak menghilangkan kewaspadaannya. Ia selalu menutup kepalanya dengan caping. 1 APRIL 2012 | | 53 53