Tapi kesannya Orde Baru sangat otoriter sekali?
Ya memang bukan demokrasi, bukan demokrasi seperti
sekarang. Orde Baru kurang lebih seperti China sekarang.
Ada banyak partai tapi yang berkuasa satu partai. Partai
tersebut yang menjamin stabilitas, sehingga pembangunan
tetap jalan, ekonominya jalan, rakyatnya juga terjamin. Tetapi
ongkos politiknya mahal karena mengorbankan kebebasan.
Cina sekarang persis seperti kita dulu. Orde Baru memang
tidak mau ambil resiko adanya instabilitas. Karena itu
konflik antar agama ditekan. Tidak ada konflik antar suku,
seperti orang Bugis dengan orang Ambon di Maluku, Sunni
dengan Syiah atau Ahmadiyah. Dulu memang ditekan dan
dijaga. Jadi perbedaan tidak ditolerir, sekarang malah itu
yang menonjol. Kalau tidak suka bilang tidak suka apapun
dampaknya pada yang lain, itulah bedanya. Memang dulu
otoriter tapi stabil, sekarang demokratis tapi gonjangganjing. Meski demikian, dengan segala kelemahannya
demokrasi tetap lebih baik. Kita bersyukur ada reformasi
politik dari otoriter menjadi demokrasi.
Waktu Sudharmono dipilih menjadi ketua umum pada
Munas Golkar 1983, karena kita ingin memajukan kelompok
profesional di jalur G maka saya masukkan nama-nama
kepada Pak Dharmono seperti Fahmi Idris, Aburizal Bakrie,
Siswono, Jusuf Kalla, Fadel Muhammad, Arifin Panigoro,
Abdul Latief, mereka itulah yang mulai mengisi jajaran Golkar
dari kelompok profesional. Aburizal Bakrie itu pengusaha
tulen. Jusuf Kalla, dan Fadel Muhammad adalah pengusaha
tulen. Tapi akhirnya mereka jadi politisi yang handal. Pada
gilirannya para pengusaha juga mendapat perlindungan
politik untuk tidak jadi bulan-bulanan penguasa. Di daerahdaerah juga terjadi gerakan yang serupa. Pengusahapengusaha tersebut masuk ke dalam Golkar, dan mereka
mengisi kelompok profesi, sehingga Golkar mencerminkan
kekaryaan.
Apa alasannya?
Golkar adalah Golongan Karya. Karenanya harus
menrcerminkan kekaryaan itu. Perlu anak-anak muda nonmiliter dan non-birokrat. Itulah yang sengaja kita desain
bersama Pak Dharmono. Pertama kali sewaktu Agung
Laksono menjadi ketua AMPI, saya yang usulkan ke Pak
Dhar. Kita lagi cari siapa yang jadi ketua umum AMPI,
waktu itu ada ketua HIPMI yang bernama Agung Lakosono.
Dia seorang pengusaha, profesional, dialah yang didorong.
Sekarang Agung Laksono jadi salah seorang tokoh kunci
Golkar.
Apakah Golkar zaman Pak Harto sudah menyiapkan
konsep Demokrasi?
Waktu itu belum ada pemikiran sejauh itu. Tidak pernah
terpikirkan menjadi demokrasi seperti demokrasi liberal
yang kita anut sekarang. Golkar waktu itu menjadi alatnya
pemerintah. Sebaliknya pemerintah juga alatnya Golkar.
Jadi walaupun Sekjennya berasal dari sipil belum tentu
lantas sistemnya jadi demokrasi. Cuma wajahnya lebih
bagus. Harmoko ketua umum yang pertama kali dari sipil, Pada waktu jalur profesional diperkuat, apakah ABRI
namun demikian tetap saja Golkar alat pemerintah.
merasa tersisihkan?
Pada awalnya, iya, ada konflik sedikit antara Pak Dharmono
Di Golkar ada 3 jalur, Jalur A itu ABRI, yakni purnawirawan, dengan Pak Benny Moerdani sebagai panglima TNI. Pak
FKKPI, istri tentara. Jalur B itu beringin, yakni birokrasi, Dharmono mengisi posisi-posisi partai dengan orang-orang
G itu Golkar murni. Golkar waktu itu lebih dikuasai jalur profesional tersebut, diantaranya banyak mantan aktivis,
A dan B. Pada zaman Pak Dharmono beliau mendorong sehingga tidak selalu sejalan dengan pandangangan aparat
kelompok G, yang non tentara dan non birokrat. Muncullah keamanan, dan dianggap terlalu jauh. Itu suatu nucleus
Sarwono, Siswono, Theo Sambuaga, Agung Laksono, ke arah demokratisasi. Yang namanya demokrasi adalah
Akbar Tandjung pada