betul dengan rakyat, hindari korupsi,”
kata Abdul Ghafur, saat ditemui Suara
Golkar di Jakarta, Senin (13/01) lalu.
“Kader yang korupsi tindaklah.
Seperti dalam kasus Gubernur Banten
(Ratu Atut Chosiyah), tokoh di DPP
cukup baik. Artinya, tidak memihak
namun menyerahkan pada hukum.
Karena negara kita negara hukum,”
tambah Abdul Ghafur.
Ihwal Partai Golkar yang kini
tidak lagi didukung sepenuhnya oleh
militer dan birokrasi sebagaimana
di masa Orde Baru, untuk meraih
kembali kemenangan dalam pemilu
nanti Partai Golkar mesti melibatkan
sebanyak mungkin sebanyak mungkin
elemen masyarakat, di samping
menjamin figur-figur pemimpin yang
bersih dan mengakar ke bawah. Harry
Tjan Silalahi, peneliti senior Center for
Strategic and International Studies
(CSIS), Jakarta, menyebutkan kondisi
ini sangat tergantung kepada para
pemimpin Partai Golkar saat ini.
“Sekarang ini bagaimana pemimpin
Golkar membina, generasi muda
tampil. Bisa mengisi dengan semangat
demokratis, berani mengajak unsur
bangsa, mengakui pluralisme dan
bersih, tidak berbuat vested. Jangan
seperti sekarang pimpinan Golkar
18
jadi contoh sebagai koruptor,”
kata Harry Tjan, saat ditemui
Suara Golkar di Jakarta, Rabu
(15/01) lalu.
Kesiapan
memenangi
pemilu bagi Partai Golkar juga
berarti menyiapkan rancangan
program untuk Indonesia
masa depan. Saat ini Partai
Golkar sudah menyiapkan Visi
Negara Kesejahteraan 2045,
sebuah rancangan program
jangka panjang yang mirip dengan
Rencana Pembangunan Lima Tahun
(Repelita) dan Garis-Garis Besar
Haluan Negara (GBHN) di masa Orde
Baru.
Bagi Sarwono Kusumatmadja,
mantan petinggi Partai Golkar yang
juga punya pengalaman menjadi
Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara (PAN) di masa Orde
Baru, dengan visi ini Partai Golkar haru
memiliki sistem untuk memastikan ia
akan menang terus di setiap pemilu.
“Jadi, Golkar misalnya ingin punya
planning sampai tahun 2045, oke.
Bikin saja asal juga dibarengi dengan
planning untuk memastikan bahwa
Golkar akan terus menang sampai
tahun 2045,” kata Sarwono.
Menimbang
Visi
Negara
Kesejahteraan 2045 yang disiapkan
Partai Golkar, Sarwono malah memberi
usulan jika Golkar memenangi
pemilu, lebih baik merancang
program yang mau tidak mau harus
diterima oleh pemimpin atau partai
yang menggantikannya kelak.
Misalnya, program jaminan sosial
untuk seluruh rakyat. “Jadi setiap
presiden di Indonesia itu nantinya
akan menciptakan produk atau legacy
yang diperlukan oleh bangsa ini,” kata
Sarwono.
Dengan program dan kebijakan
yang bisa diteruskan oleh penerusnya
maka Partai Golkar menjamin
kontinuitas dalam perubahan dan
menjadi gudang orang-orang
yang punya pengalaman politik.
“Sehingga partai-partai lain pun untuk
menjalankan mekanisme mereka
memerlukan alumni dari Golkar. Kalau
gak ada mereka, gak bisa jalan tuh
partai,” tambah Sarwono.
Apa yang diungkapkan Sarwono
bisa adalah sisi lain dari kekuatan Partai
Golkar sebagai partai yang punya
pengalaman panjang dan mengalam
transformasi hingga menjadi seperti
sekarang ini. Konsolidasi menjelang
pemilu ini kembali akan menjadi batu
ujian untuk kekuatan dan kekompakan
seluruh elemen Partai Golkar.
Kini semua kembali kepada
pemimpin Partai Golkar dan
kadernya. Apakah konsolidasi ini
akan menggembalikan kejayaan
Partai Golkar seperti di masa lalu