victim, korban, ngomong salah, diam
saja salah.”
Tuntutan perubahan itu juga datang
dari sistem politik yang baru. Sebagai
konsekuensi UU Partai Politik 1999
Golkar mesti menjadi partai agar bisa
ikut pemilu. Maka Golkar pun berubah
menjadi Partai Golkar pada Maret
1999. Semboyannya: Golkar Baru
Bersatu untuk Maju. Pemilu demokratis
pertama di era Reformasi ini diikuti
oleh 48 partai yang terbentuk setelah
Reformasi, termasuk Golkar. Golkar
menduduki peringkat kedua dengan
perolehan 22,44% atau 23.741.758
suara, di bawah Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDIP) yang
meraup 33,74% atau 35.689.073
suara.
Sebenarnya, persiapan menjadi
partai sudah disiapkan semenjak
pertengahan masa Orde Baru.
Salah satu upaya waktu itu,
sebagaimana diungkapkan Sarwono
Kusumaatmadja kepada Suara
Golkar, Sabtu (11/01) lalu, adalah
menjadikan Golkar sebagai organisasi
yang demokratis agar bisa bersaing
dengan kekuatan lain dalam sistem
multipartai. Mulailah dipilih Sekjen
dari kalangan sipil, bukan lagi
tentara, dan jabatan itu pertama kali
diduduki oleh Sarwono. Sayangnya,
upaya ini tidak banyak mengalami
perkembangan hingga Golkar benarbenar berubah menjadi Partai Golkar
demi menyongsong pemilu 1999.
Meski mengalami sejumlah perubahan
setelah Reformasi, Partai Golkar di
bawah kepemimpinan Akbar tidak
menghilangkan platform utama yang
selama ini menjadi ciri khas Golkar:
Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka
Tunggal Ika, dan berorientasi kepada
pembangunan. “Itu tetap menjadi
tema yang harus diperjuangkan oleh
Golkar tetapi pendekatan-pendekatan
yang dilakukan oleh Golkar harus
menyesuaikan dengan Reformasi.
Oleh karena itulah saya mengatakan
Golkar dibangun dengan satu
paradigma dengan paradigma baru,”
kenang Akbar, lagi.
Demokratisasi, Konvensi
Berjuang dengan format baru di
era multipartai, Partai Golkar meski
menghadapi kenyataan baru. Partai in
tidak didukung oleh militer dan birokrasi
sebagaimana terjadi selama 32 tahun
masa Orde Baru. “Paradigma baru itu
hakikatnya adalah Golkar harus siap
menjadi partai yang mandiri. Golkar
harus betul-betul menjadi partai yang
demokratis, dan sebagai konsekuensi
dari demokratisasi itu maka rekrutmen
kepemimpinan partai juga harus
dilakukan secara demokratis pula,”
kata Akbar.
Demokratisasi ini sudah mulai
dilakukan dalam pemilihan ketua
umum. Lainnya adalah bagaimana
cara Golkar menjaring calon-calon
pemimpin bangsa. Salah satu inovasi
yang dilakukan oleh Golkar adalah
memunculkan konsep konven ͤ