Suara Golkar edisi Januari 2013 | Page 14

laporan utama M asamasa s u l i t Didirikan untuk i t u menandingi kekuatan sudah lewat. PKI di masa Orde Namun, jika perlu Lama, Golkar menjadi diingat, itulah masa generator utama ketika muncul kekuasaan Orde Baru. tuntutan keras Reformasi menuntutnya pembubaran Golkar berubah. karena dianggap menjadi bagian tak terpisahkan dari rezim Orde Baru. Bagi petinggi Golkar, tuntutan itu adalah pukulan telak yang mesti diterima dengan kebesaran hati. Dengan perjuangan keras akhirnya Golkar bisa selamat dari krisis mahaberat itu dan tampil kembali di gelanggang politik Indonesia sebagai pemenang kedua dalam pemilu 1999. Akbar Tandjung, mantan Ketua Umum DPP Golkar (1998– 2004), masih ingat bagaimana ia dan jajaran Golkar menghadapi krisis itu. Jabatan resmi Akbar saat itu adalah Ketua DPR RI, tetapi perhatian utamanya adalah bagaimana membawa Golkar keluar dari masa sulit dan berjuang keras agar Golkar kembali meraih kemenangan seperti di masamasa sebelumnya. “Memimpin Golkar dalam situasi yang amat berat bukan main tantangan saya pada waktu itu. Namun saya berdoa pada Tuhan, bismillah, saya bisa lakukan yang terbaik. Bahkan pada waktu itu pikiran saya, perhatian saya, untuk bagaimana agar Golkar bisa meraih kemenangan, walaupun waktu itu saya menjadi ketua DPR,” kata Akbar kepada Suara Golkar, Kamis (16/01) lalu. Krisis di sekitar Reformasi itu mau tak mau menuntut Golkar untuk berubah. Dari dalam tubuh Golkar saat itu muncul tuntutan musyawarah nasional luar biasa (munaslub). Maka diadakan munaslub pada Juli 1998 yang menghasilkan beberapa keputusan penting. Yaitu, tiga jalur keanggotaan 14 Golkar (ABRI, Birokrasi, dan Golongan lain) ditiadakan. Posisi Dewan Pembina juga ditiadakan. Forum tertinggi kemudian ada di musyawarah nasional (munas) dan rapat pimpinan (rapim). Sementara pemilihan ketua umum berlangsung lebih demokratis, setelah sebelumnya dilakukan dengan sistem formatur dan didominasi oleh Dewan Pembina. Dalam model pemilihan ketua umum yang demokratis ini Akbar Tandjung terpilih sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar, menggantikan Harmoko. “Apa yang saya lakukan pertama-tama tentu sebagai pemimpin partai saya mengkonsolidasi partai ini. Saya kemudian menyampaikan kepada seluruh jajaran partai bahwa situasi sudah berubah, sekarang era Reformasi. Kita harus mampu menghadapi perubahan-perubahan ini supaya kita bisa survive. Apalagi pada waktu itu tekanantekanan pada Partai Golkar itu begitu kuat yang arahnya supaya membubarkan Golkar,” kenang Akbar. “Karena Golkar dianggap sebagai pilar utama Orde Baru. Bahkan secara fisik, yaitu kader-kader partai, kantor-kantor partai kita dirusak. Nah, itulah situasi yang kita hadapi dan itulah saya pertama mengkonsolidasi partai,” tambah Akbar. Situasi sulit itu juga dilukiskan Rully Chairul Azwar yang saat itu menjabat sebagai Wakil Sekjen DPP Golkar dan Sekretaris Fraksi Partai Golkar di MPR. “Saat itu, Golkar dalam keadaan dikeroyok, menjadi sasaran tembak semua partai,” kenang Rully. “Kita tidak bisa lawan karena kita