puisi‘ hubungan’
Tangisan Alam
Kita tarah separuh dunia, Segenapnya telah kita ratah, Hingga ia cedera parah, Menghitung waktu untuk berserah.
Rakus menyantak isi alam, Tanpa hirau siang malam, Habis semuanya tenggelam, Dalam laut musibah yang dalam.
Tiada lagi kehijauan, Untuk anak desa renungkan, Semuanya sudah dimamah, Dek bangunan tinggi nan megah.
Satu persatu pohon menyembah bumi, Menunduk akur kerakusan insani, Tanah bumi yang dulunya subur, Kini mula dipenuhi lumpur.
Sedarkah kita? Bumi kita pijak ini milik siapa? Bersenang-lenang mengikis tarah, Sedangkan kita hanya menumpang saja, Satu persatu dilahap diratah.
Kelak bumi hilang serinya, Alam menangis sayu pilu, Wahai manusia durjana, Sampai hatimu membunuh aku.
Tangisan alam tak siapa tahu, Enak manusia ditelan waktu, Alpa dan leka dalam nafsu, Kelak menjawablah dengan Tuhanmu.
- WandaAlwani
Lumpur hitam dari sana, Bergulung-gulung datangnya, Dulu ditanggung sang pohon rendang, Kini ia datang tanpa penghalang.
Sedarkah kita? Yang menyantak rakus keindahan alam, Hingga segenapnya sudah habis tenggelam, Mati hancur ditelan nafsu, Serakah manusia tiada jemu.
07