Orang-orang yang melaksanakan ma’ adong disebut Pa’ Badong. Pa’ badong akan berkumpul membentuk lingkaran, saling mengaitkan kelingking. Ma’ badong dilaksanakan pada siang hari( saat pemindahan peti jenazah dan saat tamu datang), maupun pada malam hari. Pada siang hari, hanyalah grup Pa’ badong khusus yang dapat melangsungkan acara ini.
Pada hari kedua pemakaman, tarian prajurit Ma’ randing ditampilkan untuk memuji keberanian almarhum semasa hidupnya. Beberapa orang pria melakukan tarian dengan pedang, perisai besar dari kulit kerbau, helm tanduk kerbau, dan berbagai ornamen lainnya. Tarian Ma’ randing mengawali prosesi ketika jenazah dibawa dari lumbung padi menuju rante. Selama upacara, para perempuan dewasa melakukan tarian Ma’ katia sambil bernyanyi dan mengenakan kostum baju berbulu. Tarian Ma’ akatia bertujuan untuk mengingatkan hadirin pada kemurahan hati dan kesetiaan almarhum. Setelah penyembelihan kerbau dan babi, sekelompok anak lelaki dan perempuan bertepuk tangan sambil melakukan tarian ceria yang disebut Ma’ dondan.
Ritual terakhir adalah iring-iringan pelayat mengantarkan jenazah menuju tempat peristirahatan terakhir. Para pelayat bersama-sama memegang kain raksasa berwarna merah di atasnya dan tampak seperti selendang merah raksasa.
Setelah upacara dimanakah jenazah dimakamkan? Toraja punya beberapa kuburan unik yang sangat berbeda dengan daerah lainnya. Salah satunya, kuburan goa. Ketika memasuki goa kita akan disambut dengan peti-peti mayat dan tengkorak tengkorak manusia.
Kuburan jenis ini banyak di jumpai di Toraja seperti di Londa, Tampang Allo Sangalla dan di beberapa tempat lain.
Ada juga kuburan gantung. Kuburan gantung merupakan tradisi penguburan yang dilakukan dengan memasukan jenazah orang meninggal ke dalam peti yang dinamakan dengan sebutan erong. Setelah itu, peti yang sudah berisi jenazah ini akan digantungkan pada tebing batu. Kuburan gantung ini dapat ditemui di daerah Londa, Kete Kusu, Tampanggallo serta beberapa wilayah lainnya. Peti jenazah diletakan di antara 2 kayu dan diberi palang dari papan di bawahnya. Setiap 1 palang digunakan untuk menggantungkan beberapa peti jenazah. Bahkan ada yang memuat hingga 12 peti jenazah secara berjejer. Apabila dilihat secara lebih cermat dari bawah bukit, jejeran peti yang berisi mayat tersebut tampak melayang-layang. Di tempat ini, kita bisa melihat jenazah yang usianya ratusan tahun, tetapi juga ada yang masih baru.
Kuburan batu adalah kuburan yang terbuat dari batu. Batu yang sangat besar dipahat dan dibuat lubang-lubang di sampingnya untuk menyimpan jenazah. Proses yang cukup lama untuk membuat sebuah lobang yang berukuran sekitar 2x3 meter sampai ukuran yang panjangnya 4 meter. Disamping waktu pembuatan yang lama, biaya yang dikeluarkan bisa sampai puluhan juta rupiah tergantung dari besar ukuran lubang yang dibuat. Kuburan jenis ini bisa kita jumpai di objek wisata Lo’ ko mata, Lemo dan makam raja-raja Sangalla di Suaya.
Kuburan untuk bayi juga dibedakan di Toraja. Kuburan bayi ada di pohon Tarra’. Kuburan bayi ini disebut dengan nama Passiliran. Lokasinya ada Kambira.
Hanya bayi yang meninggal sebelum giginya tumbuh dikuburkan di dalam sebuah lubang di pohon Tarra‘. Mereka dianggap masih suci. Memilih Pohon Tarra‘ karena pohon ini memiliki banyak getah, yang dianggap sebagai pengganti air susu ibu. Mereka menganggap seakan-akan bayi tersebut dikembalikan ke rahim ibunya. Diharapkan, pengembalian bayi ini ke rahim ibunya akan menyelamatkan bayi-bayi yang lahir kemudian.
Pohon Tarra‘ ini memiliki diameter cukup besar yaitu sekitar 80-100 cm bahkan sampai 300 cm. Pohon tersebut disengaja dibuat lubang sebagai tempat untuk mengubur bayi tersebut dan setelah itu ditutup dengan ijuk pohon Enau. Pemakaman ini hanya dilakukan oleh orang Tana Toraja pengikut Aluk Todolo( kepercayaan kepada leluhur). Pelaksanaan upacara ini dilaksanakan secara sederhana. Bayi yang meninggal dikuburkan begitu saja tanpa di bungkus, diibaratkan bayi yang masih berada di rahim ibunya.
Penempatan jenazah bayi di pohon ini, sesuai dengan status sosial masyarakat. Makin tinggi derajat sosial keluarga itu maka makin tinggi letak bayi yang dikuburkan di batang pohon Tarra’.
Bayi yang meninggal dunia diletakkan sesuai arah tempat tinggal keluarga yang berduka. Setelah puluhan tahun, jenazah bayi itu akan menyatu dengan pohon tersebut.
Diolah dari berbagai sumber. Felicia Zein / 8A
Notre Dame | April-Juni 2017
27