ND Magazine NDMag-18 | Page 11

komputer. Biasanya kalo udah gitu pada grogi, itu stress-nya. Jadi, ya kadang-kadang ga bisa mikir, bahkan bingung apa yang dia baca. Kalo sebenarnya persiapan sudah bagus, saya rasa enggak( grogi). Maka dari itu SMA Notre Dame sudah melaksanakan tiga kali simulasi, jadi harusnya siswa sudah terbiasa mengerjakan soal di depan computer,” jelas pria yang lahir tanggal 17 Mei 1980 ini.
Untuk menjawab soal dari UNBK, yang biasanya disilang atau di menebalkan lingkaran, kali ini untuk menjawab nya adalah di klik.“ disitu( komputer) ada pilihan a sampai e, lalu jawabannya tinggal di klik aja. Seandainya masih ragu-ragu, warnanya bisa dibedakan menjadi warna kuning, sehingga kalau masih ada waktu bisa dipikirkan kembali. Kalau dulu kan begitu sudah menebalkan, ragu-ragu, dan ketika dihapus ada kemungkinan tidak bersih atau bahkan robek,” katanya. Kerugiannya, kalau waktu sudah habis, tapi masih ada jawaban yang berwarna kuning, jawaban tersebut tidak akan dihitung dan dianggap salah.
Harapan Daniel untuk murid-murid yang sudah mengerjakan UNBK, tentunya mendapat hasil yang baik dan maksimal, yang sesuai dengan harapan, dan juga pastinya apabila bisa harus diatas rata-rata dan kkm sekolah. Jika unit SMP dan SMA sudah menggunakan komputer untuk Ujian Nasional.
Lain halnya dengan unit SD. Menurut Hendricus Suparyana, atau akrab disapa Hendrik, untuk unit SD belum menggunakan sistem UNBK( Ujian Nasional Berbasis Komputer). Pada tahun ajaran ini, SD masih memberlakukan Ujian Nasional dengan metode PBT( Paper Based Test) yang disebut US / MBD( Ujian Sekolah / Madrasah Berstandar Daerah) yang dilaksanakan pada tanggal 15-17 Mei 2017.“ Disebut US / MBD karena muatannya 75 % dari daerah dan 25 % dari pusat. Sama dengan Ujian Nasional, hanya istilahnya yang berbeda. Sistematikanya tidak jauh berbeda.” Jelas guru yang sering disapa murid-murid dengan Pak Hendrik ini.
Lalu, apabila di jenjang SMP dan SMA sudah ada UNBK, maka untuk tingkat SD belum ada rencana dari pemerintah itu sendiri.“ Jika membicarakan tentang UNBK, itu semua tergantung dari pemerintah. Sebenarnya, menurut saya sendiri lebih setuju dengan UNBK, karena sistemnya jauh lebih baik, dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Selain itu, UNBK lebih praktis dan variasi soalnya lebih beragam, sehingga kemungkinan terjadinya kecurangan akan lebih kecil,” ujar pria yang lahir pada tanggal 2 Mei 1968 ini.
Bukan hanya di SD Notre Dame, namun sampai saat ini belum ada SD yang menggunakan sistem UNBK, sehingga seluruh unit SD di Indonesia masih menggunakan sistem manual. Untuk tahun ajaran depan, masih menunggu kebijakan pemerintah. Tetapi, jika dilihat dari segi sarana dan prasarana, SD Notre Dame sudah siap untuk melakukan UNBK, hanya saja jaringan internetnya harus disambungkan terlebih dahulu, karena saat ini, jaringan internet belum disambungkan ke komputer yang ada, disebabkan jaringan internet yang belum maksimal. Selain itu, menurut Hendrik, untuk anak-anak SD belum sepandai anakanak SMP dan SMA dalam menggunakan komputer. Sebenarnya anak-anak sudah 90 % bisa menggunakan komputer, tetap untuk mengerjakan UNBK, anak harus paham betul bagaimana menggunakan komputer untuk menjawab soal.
Membicarakan tentang ujian nasional tahun ini, SD Notre Dame sudah 90 % siap.“ Baik anak-anak maupun kelengkapannya, misalnya surat tugas, kelengkapan administrasi lain, namanama di meja, dan untuk soalnya sendiri. Kami sudah memberikan latihan dengan pendalaman materi setiap hari disesuaikan dengan kisi-kisi yang ada untuk 3 bidang studi pokok( Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam). Sedangkan untuk soal sendiri, setiap tahun SD Notre Dame selalu menjadi pos penerimaan soal di Jakarta Barat. Hal tersebut dikarenakan tempatnya strategis, lahan parkirnya memadai, dan hampir semua sekolah menyetujui. Maka pada tanggal 12 Mei nanti akan diadakan penerimaan soal dengan sekolah lain,” ujar wakil kepala sekolah SD Notre Dame ini.
Untuk mengantisipasi terjadinya kecurangan, soal dibagi menjadi 2 paket, yaitu paket utama dan paket susulan. Selain itu, juga diberlakukan sistem pengawasan silang. Yang dimaksud dengan sistem pengawasan silang adalah guru dari SD Notre Dame mengawas ke sekolah lain dan sebaliknya, semua diatur oleh kotamadya Jakarta Barat berkaitan dengan jumlah siswa dan ruang yang berbeda. Selain itu, setelah soal selesai dikerjakan, langsung dimasukkan ke dalam amplop yang disegel, disertai dengan berita acara dan daftar hadir. Pengawas yang bertanggung jawab penuh, karena setelah disegel oleh pengawas tidak bisa dibuka oleh kepala sekolah atau guru di sekolah tersebut.
“ Yang kami takutkan, cara anak menyilang atau menghitamkan LJK( Lembar Jawab Komputer) kurang rapi sehingga tidak terbaca di komputer. Selain itu, ada beberapa anak yang kemampuan intelektualnya masih kurang. Harapan kami, semoga ujian dapat berjalan lancar dan seluruh siswa bisa mengerjakan soalnya dengan baik dan memperoleh hasil yang maksimal,” tutup Hendrik.
Cornellia Stefany W. / 8A Felicia Zein C. / 8A Isabella Kimberly C. / 8A Calissa Aretha / 8C
Notre Dame | April-Juni 2017
11