42
Notre Dame | Januari-Maret 2017
“Apa yang membuatmu ingin
pindah ke London? Aku tahu kau
bukan dari London,” kata Harry.
“Aku ke sini untuk mencari
pekerjaan dan mencari pengalaman
baru. Aku juga ingin mencari
seseorang yang telah menolongku
11 tahun lalu,” jawab Avery.
Alis Harry bertaut, “Menolong?”
Avery mengangguk sambil
tersenyum, “Lelaki itu menolongku
11 tahun lalu di Beverly Hills saat
aku jatuh dari sepeda karena hampir
tertabrak mobil.” Ia menghela
napas, “Tetapi aku tidak tahu di
mana ia sekarang.”
Harry terkejut. Ia benar. Perempuan
itu adalah Avery yang selama ini
ia cari. Avery yang ia tolong 11
tahun lalu kini menjadi sekretarisnya.
“Avery? Kaukah itu? Avery yang
kutolong?”
Avery tak dapat berkata-kata. Ia
telah bertemu dengan orang yang
selama ini ia cari. “Ha-harry?”
Avery dan Harry berdiri lalu
berpelukan.
“Kau ingat, kan, apa kataku ?
Bahwa kita akan bertemu lagi.
Dan di sinilah kita berada,” bisik
Harry di telinga perempuan asal
Kanada itu.
Tepat pukul 11.45 malam, mereka
menaiki London Eye. London
Eye adalah sebuah bianglala yang
berada di dekat Sungai Thames
untuk melihat keindahan Kota
London. Ketika Avery dan Harry
sedang berada di posisi paling
atas London Eye, bianglala tersebut
berhenti sejenak.
Tiba-tiba Harry berlutut satu
kaki sambil menggenggam tangan
kanan Avery. Avery yang melihat
perlakuan Harry itu terkejut. “Aku
tahu, aku adalah orang yang kaku.
Aku juga bukanlah seseorang yang
sempurna dan dapat meluangkan
banyak waktu untukmu selain di
tempat kerja. Aku tahu ini lucu
ketika kita bertemu kembali di
ruanganku entah perasaan aneh
apa yang muncul di dadaku.
Mungkin perasaan bahagia, mungkin
perasaan sedih, marah? Aku tidak
tahu. Namun, sejak pertemuan
kita di restoran malam itu, ketika
kita salah mengetahui bahwa kita
pernah bertemu di masa lalu,
perasaan aneh itu makin menjadi-jadi.
***
Ditambah dengan detak jantungku
yang berdetak melebihi kecepatan
31 Desember 2017
normal. Kini, aku sadar akan
perasaan aneh tersebut. Bahwa
Sejak siang tadi, Avery dan Harry
itu adalah perasaan yang melebihi
berjalan-jalan mengelilingi Kota
London berhubung kantor sedang rasa suka. Perasaan yang sangat
kuat, cinta. Ya, aku sadar bahwa
libur dan ini adalah malam tahun
aku cinta sama kamu. Mungkin
baru. Sedari tadi, orang yang
kata-kata itu terlihat terlalu basi
melihat mereka berpikir bahwa
untuk kamu. Tetapi perasaan itu
mereka adalah sepasang kekasih
yang serasi. Namun kenyataannya, tulus dari hatiku. Aku tak tahu
apa yang harus kulakukan untuk
hubungan mereka tidak jelas.
memilikimu. Satu hal yang perlu
Dengan begitu Avery keluar dari
ruangan bosnya dan menyiapkan
berkas-berkas yang dibutuhkan.
“Apa benar dia orang yang ku-
cari?”
Sedangkan di sisi lain ruangan
tersebut, Harry Edward Maxwell
memikirkan hal yang berbeda.
“Apakah dia Avery yang kucari?
Tidak mungkin. Dia tinggal di
Kanada dan banyak perempuan
yang bernama Avery McKenzie
Rolland di dunia ini.”
***
Hari telah berlalu. Sudah seminggu
Avery bekerja di perusahaan
milik seorang laki-laki yang ia
yakini adalah Harry yang ia temui
11 tahun lalu. Avery menembus
malamnya London dengan ber-
jalan kaki menuju sebuah resto-
ran dekat perusahaan tempat ia
bekerja. Ia mengambil duduk di
bagian pojok dekat jendela.
Tanpa Avery sadari, seorang lelaki
berjalan ke arah tempat ia duduk.
Entah apa yang membuat lelaki
itu berniat untuk menghampiri
Avery. “Bolehkah aku duduk
di sini?” Suara berat lelaki itu
menyadarkan Avery dari
lamunannya.
Avery menengok untuk melihat
lelaki tersebut. Ia terkejut. Lelaki
itu adalah Harry. “P-pak Maxwell?
Apa yang anda lakukan di sini?”
Tanya Avery.
“Jangan terlalu baku Avery. Ini bu-
kan di kantor,” kata Harry tanpa
menghiraukan pertanyaan Avery.
“Dan panggil aku Harry karena
ini di luar kantor.”
Avery mengangguk kikuk,
“Baiklah, Harry.”