TAMAN QOLBU
H
al yang diperlukan
orangtua di masa tuanya
bukanlah harta tetapi
cinta, perhatian dan
kasih sayang sebagaimana
mereka menyayangi kita di waktu kecil.
Dan sebesar apapun kebaikan kita
tidak akan pernah mampu membalas
kebaikan orangtua kepada kita. Bahkan
belum dikatakan berbuat baik kepada
Islam, orang yang tidak berbuat baik
kepada kedua orangtuanya. Sebesar
apapun kontribusi dia dalam beramal.
Karena orangtua itulah pintu surga
yang paling tengah. Apakah hendak kita
masuki atau tinggalkan? Kitalah yang
memilihnya.
Karenanya ada yang aneh bila ada
orang yang berebut untuk bisa berbakti
dan sampai mengajukan ke pengadilan
untuk mendapatkan keputusan agar
bisa berbakti dan mendapatkan rida
orangtua.
Dirilis di Harian Ar-Riyadh, terjadi
perselisihan dua orang bersaudara.
Seorang lelaki bernama Haizan
menangis pilu di hadapan pengadilan.
Jenggotnya basah oleh airmata. Dadanya
terguncang oleh vonis yang sangat
merugikan dan menyedihkan dirinya.
Dia kalah dan menangis dalam kasus
untuk memperebutkan pengasuhan
ibunya yang sudah renta tak berdaya,
yang hanya memiliki kekayaan berupa
sebuah cincin tembaga.
Sebelum keputusan itu dijatuhkan
padanya, ibunya yang renta dalam
asuhan dia, Haizan, sebagai putra tertua.
Saat Haizan semakin bertambah tua,
adiknya yang di luar kota datang untuk
menjemput ibunya agar tinggal bersama
keluarganya. Haizan menolak dengan
40 |
|September 2018 | Edisi 135
alasan dia masih sanggup mengurus dan
merawat ibunya.
Akhirnya kedua saudara kakak
beradik ini memutuskan untuk
menyelesaikan permasalahan dan
perselisihan itu di pengadilan. Namun
perselisihan itu bertambah memuncak
hingga memakan waktu yang lama.
Masing-masing merasa lebih berhak
untuk merawat ibunya.
Saat hakim meminta sang ibu untuk
hadir ke ruang pengadilan, kedua anak
itu bergantian mengantarkan ibu yang
mereka cintai dengan menggendongnya,
karena berat badan sang ibu hanya 20
kilogram.
Hakim meminta pendapatnya, dia
mau ikut anaknya yang mana? Dengan
penuh kesadaran, ibu itu menjawab,
“Ini mataku,” sambil menoleh ke arah
Haizan. “Dan ini mataku,” sambil
menoleh ke arah adik Haizan.
Akhirnya, hakim terpaksa
menetapkan dan memutuskan bahwa
ibu itu hidup dalam perawatan adik
Haizan yang lebih muda usianya.
Putusan itu berdasarkan pertimbangan
bahwa adik Haizan lebih muda,
sehingga lebih mampu memberikan
perhatian yang lebih.
Keputusan pengadilan ini membuat
Haizan merasa bersedih. Air matanya
tumpah. Karena itulah hartanya yang
berharga. Namun kini dia kehilangan
kesempatan untuk mendapatkan
pintu surga paling tengah yang sudah
dipegangnya selama ini.
Dia menangis bukan karena
kehilangan harta dunia, tetapi
karena kehilangan kesempatan untuk
membahagiakan orangtua yang
dicintainya. <>