Media Informasi Kemaritiman Cakrawala Edisi 414 Tahun 2013 | Page 39

bendera merah putih yang dibingkai bertuliskan “UNTUKMU JIWA dan RAGAKU”. Pria kharismatik yang telah malang melintang berjuang dan berhasil bersama-sama TNI dan POLRI menghantarkan TimorTimur ke Pangkuan Ibu pertiwi hingga ia dianugerahi oleh Pemerintah RI dengan Bintang Seroja ini, memulai perbincangannya dengan Cakrawala tentang Sang Merah Putih yang terpampang di ruang tamunya dan cincin merah putih yang melingkar dijarinya serta arti NKRI baginya dan bagi ribuan rakyat eks Timtim yang pro integrasi NKRI. Kerap kali ia dibuat heran oleh orang-orang yang menggodanya karena ia selalu membawa serta Sang Dwi Warna baik yang dibingkai maupun yang melingkar dijarinya dimanapun ia tinggal, bahkan ketika kebebasannya sempat terbelenggu di balik tembok penjara, Sang Merah Putih nan perkasa itulah yang menjadi teman setianya, orang sering mengatakan seolah itu benda bertuah yang dikeramatkan olehnya. Eurico Guterres sulit memahami mengapa ada orang Indonesia yang tidak peduli, bahkan tidak bereaksi sama sekali, ketika melihat bagaimana para remaja sekarang banyak yang tidak hafal Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia, tidak hafal syair lagu kebangsaan Indonesia Raya, tidak ingat bagaimana bunyi Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945 dan tidak tahu potensi kekayaan yang dimiliki Indonesia. Bahkan belakangan ini ia makin sering melihat orang Indonesia dengan bangga menggunakan pakaian seperti jaket bertuliskan bahasa asing yang mungkin pemakainya sendiri tidak tahu arti dari tulisan asing itu dan baju yang seronok berbendera negara asing. Sorot matanya yang tajam tiba-tiba meredup dan terlihat menerawang membawa tim Cakrawala menapaki masa kecilnya dulu. Bagaimana Ayah yang begitu dipujanya telah mengajarkan dengan keras, bahwa: ”Kita harus menghormati negara kita, sebelum menghormati negara lain, karena tak ada seorangpun yang peduli terhadap bangsa ini kecuali kita sendiri”. Meskipun ia tahu ayahnya sangat menyayangi, memperhatikan dan mengenal betul semua hal sekecil-kecilnya tentang anak-anaknya, serta selalu menciptakan kekompakkan dan kebersamaan. Terutama ketika malam hari, saat ia dan saudarasaudaranya belajar malam, ayahnya selalu menyelipkan kisah sejarah Indonesia tentang kebesaran Nusantara dimasa lalu dan kekayaan Indonesia yang tidak saja harus disyukuri, tapi juga harus dijaga dari pihak manapun yang akan merebutnya. Setiap kali sebelum tidur mereka selalu berdoa bersama, namun jika ia melanggar aturan, ayahnya yang penuh kasih itu tak segan memukul dan menghukumnya, seperti ketika Eurico tidak berhenti dan mengambil sikap sempurna seperti yang diajarkan ayahnya, bahkan ia melanjutkan jalan kaki melintasi lokasi upacara kenaikan bendera merah putih, di mana lagu Indonesia Raya dikumandangkan, maka Guterres kecil pun menerima pukulan dari ayahnya. Memasuki usia remaja pemuda Guterres sudah bergulat dengan situasi konflik yang menggembleng dan membentuknya menjadi sosok lelaki pemberani serta teguh dalam berprinsip. Te r m a s u k keteguhan cintanya kepada Indonesia dan kegigihan untuk memenuhi janjinya kepada Sang Bunda yang memintanya bertahan dan terus berjuang, hingga tetes darah terakhir, agar menjaga kehormatan NKRI, maka apapun yang terjadi ia harus tetap berada di Indonesia. Meski untuk itu ia harus menebusnya dengan berpisah dari keluarga yang dikasihinya hingga kini sudah 13 tahun dan entah kapan ia bisa kembali bersatu. Sebagai putra bumi pertiwi, tekadnya telah bulat dan tetap konsisten dengan panggilan hatinya untuk setia kepada NKRI, meski cobaan demi cobaan harus ia Cakrawala Edisi 414 Tahun 2013 39