Media Informasi Kemaritiman Cakrawala Edisi 413 Tahun 2013 | Page 13

mendapatkan pelatihan tempur dan intelijen. Nama pasukan tersebut, sebagaimana pasukan tempur ALRI yang lahir pada masa itu, disesuaikan dengan nama komandannya yakni Pasukan Markadi alias Pasukan-M. OPERASI LINTAS LAUT JAWABALI Tujuan utama pelaksanaan Operasi Lintas Laut Jawa-Bali adalah dalam rangka membantu perjuangan pasukan Resimen TRI Sunda Kecil pimpinan Letkol I Gusti Ngurah Rai dan rakyat Bali untuk mengusir tentara kolonial Belanda dari tanah Bali. Hal ini dikarenakan, setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada pihak Sekutu pada akhir Perang Dunia II, Belanda kembali datang untuk menjajah Indonesia termasuk di Bali dengan membonceng tentara Sekutu. Mereka mendarat di Pulau Bali tanggal 27 Oktober 1945 tepatnya di Kota Singaraja, wilayah Bali bagian utara. Kemudian pada tanggal 2 Maret 1946, Bali kedatangan lagi pendaratan besar-besaran sekitar 2000 pasukan Sekutu dan Belanda di Pantai Sanur, di bawah pimpinan Letkol Pieter Camp dan Letkol Ter Meulen. Oleh karena itu, untuk menghadapi kekuatan Belanda yang lebih kuat di Bali, pihak RI menyiapkan operasi gabungan pasukan darat, laut dan para pejuang yang akan didaratkan di Bali melalui operasi lintas laut. Operasi lintas laut ini diskenariokan akan menyeberangkan tiga pasukan yang masing-masing berkekuatan sekitar satu kompi, dengan tiga titik pendaratan berbeda. Sesuai rencana operasi, pasukan Waroka diberangkatkan pada gelombang pertama tanggal 3 April 1946, berkekuatan 160 orang. Sarana penyeberangan berupa tiga kapal tunda, tiga perahu mayang, tiga perahu telepak, dan tiga perahu jukung. Gelombang pertama ini dilakukan dalam tiga tahap dan diberangkatkan pada pukul 20.00. Mereka terpencar namun tetap pada radius yang direncanakan yaitu pantai antara Grokgak dan Celukan Bawang. Pasukan Waroka berhasil mendarat pada pukul 09.00 pagi atau terlambat empat jam dari rencana semula dan beruntung tidak diketahui patroli Belanda. Pasukan I Gusti Ngurah Rai bergerak sekitar pukul 23.00 dalam satu tahap saja, tanggal 3 April 1946. Pasukan TRI Sunda Kecil ini berangkat dari Muncar dengan pertimbangan mendekati pantai pendaratan di Yeh Kuning. Mereka menggunakan 15 perahu layar jenis jukung milik nelayan Muncar dan Banyuwangi. Kekuatan pasukan ini berjumlah 45 orang yang terdiri dari 15 orang anggota kepolisian Surabaya dan Bondowoso, sisanya berasal dari TRI Sunda Kecil, pemuda Bali dan bekas romusha. Pasukan ini berkekuatan paling kecil dibandingkan Pasukan Waroka dan Pasukan Markadi yang masing-masing berkekuatan satu kompi penuh. Iring-iringan perahu yang berada di belakang, meskipun tidak dalam formasi konvoi menarik perhatian dua motorboat Belanda yang sedang berpatroli di Selat Bali pada sekitar pukul 03.00 dinihari tanggal 4 April 1946. Kedua boat ini mendekati salah satu jukung yang ternyata ditumpangi tiga bersaudara dari keluarga bangsawan Bali yaitu Cokorda Oka Sudarsana, Cokorda Oka Rai Gambir dan Cokorda Dharma Putera. Kedua boat tersebut mengitari jukung tersebut untuk melaksanakan prosedur pemeriksaan. Belanda mengetahui kalau penumpang yang ada di depan mereka adalah para pejuang bersenjata Bali dan langsung melepaskan tembakan senapan mesin ke arah jukung tersebut. Dalam insiden tersebut dua orang gugur yaitu Cokorda Oka Rai dan Cokorda Dharma Putera, sedangkan Cokorda Oka Sudarsana dan dua orang tukang jukung ditawan Belanda. Tujuh perahu yang masih berada di belakang termasuk yang ditumpangi Letkol I Gusti Ngurah Rai kemudian berbalik haluan kembali ke Muncar. Sementara ketujuh perahu yang sudah berada di depan tetap melanjutkan perjalanan ke pantai sasaran meskipun sebelumnya sempat berpencar menghindar dari patroli Belanda. Letkol I Gusti Ngurah Rai memutuskan untuk melaksanakan penyeberangan kembali pada malam harinya atau bersamaan dengan lintas laut Pasukan Markadi. Kapten Markadi telah mempersiapkan pasukannya secara Cakrawala Edisi 413 Tahun 2013 13