Media Informasi Kemaritiman Cakrawala Edisi 413 Tahun 2013 | Page 12
LAPORAN UTAMA
12
PASUKAN-M DALAM KANCAH
PERANG KEMERDEKAAN RI
(Operasi Lintas Laut Jawa-Bali dan Pertempuran Laut Pertama dalam Sejarah RI)
P
roklamasi
kemerdekaan
Republik Indonesia tanggal
17 Agustus 1945 adalah
momentum
penting
dalam
gelanggang sejarah perjuangan
bangsa Indonesia. Peristiwa ini
telah melahirkan sebuah revolusi
yang membakar api nasionalisme
seluruh rakyat di berbagai pelosok
tanah air, terutama di kalangan
para pemuda dan tokoh pejuang.
Sebagai anak kandung revolusi,
mereka secara spontan tampil
pada garda terdepan dalam
mengawal dan memutar roda
revolusi.
Mereka menjelma dalam berbagai cara dan bentuk, diantaranya
bergabung
bersama
Badan
Keamanan Rakyat (BKR) dan
kemudian berganti nama menjadi
Tentara Keamanan Rakyat (TKR),
hingga masuk ke dalam badanbadan perjuangan yang jumlahnya
ratusan, untuk satu tujuan yang
sama demi mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. Salah
satu kelompok pejuang yang
muncul ke permukaan pada masa
revolusi kemerdekaan RI adalah
Pasukan-M pimpinan Kapten Laut
Markadi.
Kesatuan tempur ini merupakan representasi kelompok pejuang bervisi maritim, yang sejak
awal dilandasi oleh kesadaran
tentang arti pentingnya menjaga
dan mengawal Indonesia sebagai
sebuah negara kepulauan. Kesadaran
mendalam
terhadap
arti penting identitas tanah air
inilah yang akhirnya mendorong
Pasukan-M tampil penuh keberanian melaksanakan operasi
lintas laut Jawa–Bali dengan resiko
bertempur melawan Belanda. Keberhasilan operasi lintas laut yang
mereka jalani, juga harus dibayar
mahal dengan gugurnya sebagian
pejuang bangsa di tengah laut
maupun di daratan, khususnya di
tanah Bali.
AWAL KELAHIRAN PASUKAN-M
Embrio Pasukan-M tidak
dapat dipisahkan dari Kota Malang
dan sekitarnya yang pada masa
perang kemerdekaan RI, menjadi
salah satu tempat konsentrasi
kesatuan-kesatuan
bersenjata
Indonesia, terutama setelah pecahnya pertempuran Surabaya
pada tanggal 10 November
1945. Di wilayah yang memiliki
udara sejuk dan kontur geografis
berbukit-bukit ini, terdapat basis
utama unit-unit tempur dari TKR
Laut yang dikendalikan penuh
oleh Markas Besar Tertinggi (MBT)
ALRI Lawang di bawah pimpinan
Laksamana Muda Atmadji.
Pada
bulan
Desember
1945, pemimpin tertinggi MBT
ALRI Lawang ini menunjuk Kapten
Markadi, Komandan Kompi Polisi
Tentara Laut dari Resimen II
TRI Laut Malang (TKR sudah
berganti nama menjadi TRI)
untuk membentuk sebuah unit
pasukan kecil yang akan dikirim
ke Bali dengan tugas untuk
melaksanakan operasi yang terkait dengan pengambilalihan persenjataan Jepang yang ada di
Bali. Untuk menjalankan perintah
tersebut, Kapten Markadi merekrut
sejumlah pelajar yang sudah
memiliki
pengalaman
tempur
dengan Sekutu di Surabaya dan
digabung bersama pasukan yang
dipimpinnya, diantaranya adalah
para pelajar Sekolah Pertanian
Menengah Atas (SPMA) di Malang.
Tokoh penting dari SPMA yang
berhasil direkrut Kapten Markadi
adalah seorang guru bernama
Abdul
Umar
Driopangarso
dan seorang siswa bernama
Saestuhadi. Unit kecil pasukan ini
berjumlah 50 orang.
Pada saat itu, dalam tubuh ALRI, terdapat dualisme
kepemimpinan yaitu di Lawang
dipimpin oleh Laksamana Muda
Atmadji dengan menyebut Markas Besar Tertinggi (MBT) dan
di Yogyakarta dipimpin oleh Laksamana Muda M. Pardi dengan
menyebut Markas Besar Umum
(MBU). Namun semua perbedaan
dan silang pendapat di antara
mereka, tidak menyurutkan perjuangan. Mereka tetap bersatu
saling menopang untuk satu tujuan yang sama demi tegaknya
kemerdekaan RI seluruh tanah air.
Oleh karena itu, pasukan pimpinan
Markadi juga mendapat bantuan
senjata dari MBU Yogyakarta.
Akhirnya proses perkuatan
pasukan Markadi yang akan diproyeksikan untuk operasi lintas
laut Jawa-Bali ini selesai pada
minggu ketiga bulan Februari 1946.
Pasukan tersebut berkekuatan
empat seksi dengan komposisi tiga
seksi pasukan tempur dan satu
seksi pasukan khusus yang diberi
nama Combat Intelligence Section
(CIS). Para personelnya telah