Agustus 2013 ada 171 jurnal ilmiah yang telah terakreditasi . Hampir seluruh jurnal pada saat itu diterbitkan secara cetak , dan hanya beberapa yang sudah menerapkan elektronik .
Mengapa akreditasi penting ?
Tim Media BPP menyambangi beberapa kementerian dalam peliputan ini , di antaranya adalah Kementerian Agama , Kementerian Riset dan Teknologi , Kementerian Desa , Pembangunan Daerah Tertinggal , dan Transmigrasi , serta Kementerian Keuangan . Mereka yang kami temui sepakat jika jurnal akreditasi menjadi penting untuk menentukan kualitas suatu jurnal .
Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama , Prof . Dr . Abdul Rahman Mas ’ ud mengatakan , ada tiga hal yang membuat jurnal terakreditasi itu penting . “ Pertama supaya ada standarisasi , yang kedua menjaga kualitas penulisan agar orang tidak seenaknya sendiri , ketiga sebagai kompetisi si penulis untuk berlomba-lomba diterbitkan di jurnal ,” kata Mas ’ ud .
Jurnal terakreditasi juga menjadi syarat angka kredit bagi peneliti , pegawai negeri , atau dosen yang ingin naik jabatan . Menurut Moh . Ilham A Hamudy , Kepala Sub Bagian Perpustakaan , Informasi , dan Dokumentasi BPP Kemendagri , jurnal nasional yang terakreditasi memiliki angka kredit 25 , sedangkan yang tidak terakreditasi hanya bernilai 5 . “ Jika seorang pegawai negeri ingin cepat naik pangkat , maka dia tentu akan berlomba menulis di jurnal yang sudah terakreditasi , karena selisih angka kreditnya jauh sekali dengan yang belum terakreditasi ,” ungkapnya .
Semakin banyak , mereka yang menuliskan di jurnal terakreditasi , semakin cepat mereka naik jabatan . Apalagi jika mereka menuliskannya
Abdul Rahman Mas ’ ud Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama
di Jurnal Internasional bereputasi maka dengan angka kredit 40 .
Sebenarnya menurut Wahid , hanya di Indonesia saja lah jurnal harus terakreditasi . “ Orang luar negeri tidak mengenal akreditasi . Akreditasi hanya ada di Indonesia . Mengapa Indonesia harus akreditasi ? Karena untuk menyesuaikan ketentuan jurnal seluruh dunia . Kita itu mengadopsi ketentuan internasional agar para peneliti Indonesia memunyai standar dalam penelitian ,” jelas Wahid .
Permasalahan Jurnal Akreditasi
Bagi sebagian lembaga litbang , atau perguruan tinggi mendapatkan jurnal terakreditasi tidaklah mudah . Bahkan tidak sedikit lembaga penerbitan jurnal dikatakan ‘ mandeg ’, atau ‘ antara ada dan tiada ’. Data LIPI mencatat , tiap tahun ada sekira 7.000 jurnal yang diterbitkan dari seluruh Indonesia , namun hanya ada 300 jurnal yang terakreditasi . Itu artinya hanya 4,3 persen jurnal di Indonesia yang telah terakreditasi .
“ Ada banyak sekali faktor , mengapa banyak jurnal tidak terakreditasi . Tapi ada dua hal pokok yang biasanya kami temukan . Pertama masalah manajemen pengelola jurnal dan masalah kepenulisan ,” kata Wahid .
Konsistensi manajemen pengelola jurnal menjadi taruhan utama sebuah jurnal bisa terus produktif dan berkualitas . Masalah kebijakan lembaga induk penerbit jurnal itu biasanya terkait proses administrasi penerbitan . “ Biasanya mereka tidak punya dewan editor yang credible , sementara syarat dewan editor minimal harus memunyai karya tulis . Kedua , tidak mendapatkan reviewer ( mitra bestari ) yang kompeten di bidang keilmuannya , syarat penilaian kami reviewer harus orang yang pernah nulis buku dan harus terindeks di Scopus . Lalu , tidak ada SDM yang konsisten mengembangkan jurnal ,” jelas Wahid .
Rupanya saat kami telusuri , permasalahan reviewer yang tidak credible ini juga dilatarbelakangi mas-
8 | mediaBPP | Februari 2016