SWASEMBADA PANGAN DI MERAUKE
Sejak era Orde Baru, masyarakat berdiam di wilayah-wilayah sempit lahan pertanian untuk itu pemerintah melakukan transmigrasi terutama di Pulau Jawa sebagai bentuk pemerataan penduduk dan pengelolaan lahan pertanian. Salah satunya Kabupaten Merauke yang menerima program transmigrasi tersebut.
Kondisi geografis Kab. Merauke merupakan dataran serta bervegetasi gambut / rawa. Sehingga memudahkan para transmigran membuka lahan persawahan. Pada era kepemimpinan bupati Jhon Gluba Gebze, Kabupaten Merauke dikenal sebagai daerah di provinsi Papua yang berhasil melakukan swasembada beras.
Program swasembada tersebut dikenal dengan program MIFEE( Merauke Integrated Food and Energy Estate). Program tersebut diawali oleh usulan Kab. Merauke pada 2007 yang kemudian dikembangkan pada 2008 dan diresmikan pada 2010. Awal mula program tersebut, ditargetkan dengan lahan seluas 1,9 juta Ha.
MIFEE sendiri adalah program pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional yang dikembangkan sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Lewat program ini, pemerintah berharap bisa menjamin ketahanan pangan dan energi Indonesia. Sebelumnya MIFEE bernama Merauke Integrated Rice Estate( MIRE). Lalu MIRE kemudian berubah menjadi MIFEE( the Merauke Integrated Food and Energy Estate) pada tahun 2008.
MIFEE ini direncanakan akan melibatkan 36 investor yang akan berinvestasi. Pada 2010 dilakukan seremonial pilot project Medco di Serapu. Melalui UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan direncanakan ada 1,23 juta ha yang akan dikembangkan. Dari luas ini direncanakan 50 persen diperuntukan untuk tanaman pangan, 30 persen untuk tebu, dan 20 persen untuk sawit. Dari MIFFE ini diharapkan diproduksi 1,95 juta ton beras, 2,02 juta ton jagung, 167 ribu ton kedelai, 64 ribu sapi, 2,5 juta ton gula, 937 ribu ton minyak sawit per tahun.
Kepala Bulog Divre Papua dan Papua Barat, Arief Mandu mengatakan produksi beras Merauke per tahunnya mencapai 30-35 ribu ton. Sementara kebutuhan untuk masyarakat Merauke berkisar 25 ribu ton. Sehingga masih ada surplus beras lokal 10 ribu ton.
“ Selama ini sejumlah kabupaten di sekitar Merauke di antaranya Kabupaten Mappi, Boven Digul, Asmat dan juga beberapa di Provinsi Papua Barat di antaranya Sorong sudah mengkonsumsi beras lokal Merauke. Pengiriman ke Jayapura dan beberapa kabupaten lainnya adalah kali pertama dan ini sebagai salah satu bentuk swasembada pangan di Papua. Apalagi Merauke telah ditetapkan oleh Presiden Jokowi sebagai lumbung pangan nasional,” jelas Arief kepada Gatra. com
MIFEE masih dilanjutkan pada era Jokowi. Pemerintahan merencanakan membuka lahan sekurangnya 1 juta ha untuk pengembangan estate padi. Dengan adanya estate ini
pemerintah menargetkan terjadi peningkatan produksi beras nasional. Tak hanya swasembada yang dimimpikan bahkan akan melakukan ekspor beras.
Beberapa sejumlah fasilitas juga diberikan untuk mendukung program tersebut. Menurut anggota Komisi IV DPR, Sulaeman Hamzah kepada tempo. co mengatakan, fasilitas untuk menunjang pemberdayaan petani lokal terus diberikan di antaranya traktor, pompa air, dan perlengkapan pertanian.
Selain itu, Sulaeman juga mengatakan saat ini ada 43 ribu hektar sawah di Merauke dan satu petani lokal disana bisa mengelola hingga 50 hektar areal sawah.“ Dulunya, kami meragukan adaptasi petani asli Merauke dengan petani pendatang akan sulit, ternyata justru petani lokal lebih terampil dalam mengelola sawahnya,” klaimnya.
Untuk terus menggairahkan para petani, Kementerian Pertanian mengirimkan 30 ahli dari berbagai disiplin ilmu untuk terus memperbaiki kondisi pertanian di Merauke. Para ahli yang datang ke Merauke akan meneliti cuaca, tanah, serta unsur sosial lainnya.
Namun, banyak persoalan yang dihadapi dalam program MIFEE ini, menurut mantan Bupati Merauke periode 2005- 2010 Jhon Gluba Gebze menilai persoalan tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintah daerah Merauke dalam melanjutkan program tersebut.“ Kondisi MIFEE saat ini mati suri. Tidak benar kalau masyarakat adat yang menjadi kendala, tetapi birokrasi di daerah yang menjadi hambatan,” ujarnya kepada bisnis. com.
Untuk mengatasi‘ kemandegan’ program MIFEE, pemerintah pusat dan Pemprov Papua maupun Pemda Merauke perlu duduk bersama untuk mencari solusi agar food estate itu dapat jalan kembali.“ Ini di-clear-kan masalahnya apa. Nanti hanya tuduhan, rakyat kecil yang dituduh jadi biang kerok. Padahal, biang kerok adalah birokrasi, kalau urusan dengan masyarakat ulayat saya yang selesaikan, saya kasih garansi, saya kasih jaminan. Yang penting diatur dalam keputusan,” katanya.
Dia menuturkan solusi untuk dapat melanjutkan MIFEE dengan mengefektifkan peran pemerintah daerah Merauke. Jika Pemda Merauke tidak dapat mengatasi persoalan tersebut, katanya, maka perlu dibentuk Otorita Pertanian Merauke. Namun, tidak diperlukan membuat badan otorita jika pemda dapat mengatasi seluruh persoalan pangan skala luas di Merauke tersebut.
“ Tidak perlu membuat badan selama pemda bisa mengelola, ini kebijakan nasional, ini kepentingan orang banyak. Kalau seandainya pemda tidak bisa jalan, maka harus ada badan otorita, daripada ini terbengkalai,” tambahnya.
Gebze memaparkan MIFEE fokus pada optimalisasi lahan milik masyarakat setempat yang sudah terbangun, tetapi belum digarap dengan optimal, yaitu melalui mekanisasi pertanian.( IFR)
Februari 2016 | mediaBPP | 25