Media BPP Februari 2016 Vol 15 No 1 | Page 24

tahun . Populasi mereka pun semakin bertambah . Keberadaan mereka mulai membuat gerah masyarakat Desa Rohomoni , selain dianggap mengambil sebagian lahan masyarakat , perilaku anak-anak muda Salampesy Belakang tidak disukai warga Desa Rohomoni hanya karena perbedaan tradisi .
Konflik tersebut apabila tidak segera diselesaikan akan menimbulkan permasalahan baru . Yang terjadi bukan lagi konflik antara masyarakat Salampesy Belakang dengan Masyarakat Salampesy Muka tetapi justru dengan kelompok masyarakat di Desa Rohomoni .
Yohannes Sena Mantan Kasubdit Penanganan Konflik Sosial
Berbagai upaya telah ditempuh oleh pengungsi masyarakat Salampesy Belakang dengan membentuk rekonsiliasi pemulangan pengungsi Desa Pelauw . Beberapa kali mereka melakukan audiensi dengan Kementerian Sosial , Kementerian Polhukam , Menko PMK , Kemendagri , namun masih belum menemukan titik terang . Keinginan Tim Pengungsi untuk beraudensi pun terwujud pada 2015 ketika Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memerintahkan agar penyelesaian konflik harus difasilitasi yang kemudian direalisasikan pada rapat pertama yang diinisiasi oleh Plt . Dirjen Kesbangpol Indro Baskoro , Dirjen Ormas Agama dan Aliran Kepercayaan Budi Prasetyo , Kepala Biro Hukum Sigit Pudjianto serta perwakilan dari Dirjen Otonomi Daerah dan Direktorat Jenderal Keuangan Daerah . Rapat yang berlangsung di Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri tersebut memberikan kesempatan kepada Tim Pengungsi untuk memaparkan rencana dan tujuannya .
Menindaklanjuti hasil pertemuan rapat pertama , Plt . Dirjen Kesbangpol Indra Baskoro dan Direktur Ormas , Agama dan Aliran Kepercayaan Budi Prasetyo mengadakan rapat kedua yang kali ini melibatkan Badan Kesbangpol Provinsi Maluku , Badan Kesbangpol Kabupaten Maluku Tengah , dengan Dirjen Kesbangpol . Agenda rapat tersebut antara lain mendengarkan paparan dari Badan Kesbangpol Provinsi Maluku dan Badan Kesbangpol Kabupaten Maluku Tengah .
Kesimpulan rapat tersebut berdasar pada UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan ada pendelegasian wewenang dari pusat ke daerah . Penyelesaian konflik dua kelompok masyarakat yang diminta untuk diselesaikan oleh pemerintah pusat dibatasi oleh aturan yang ada , sehingga harus dikembalikan ke pemerintah daerah .
Upaya yang tengah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Maluku Tengah antara lain memperketat keamanan dengan melibatkan TNI dan Polri , melibatkan MUI lokal maupun Pusat dengan mengadakan sosialisasi kepada kedua kelompok untuk rekonsiliasi . Selain itu , ada pula beberapa bantuan seperti dari Kementerian Sosial sebesar Rp 10 juta untuk masing-masing kepala keluarga , dari pemerintah provinsi sebesar Rp 3 juta / KK , dan dari Kabupaten Maluku Tengah sebesar Rp 10 juta untuk kepala keluarga yang kehilangan rumah , dan terakhir adalah pembangunan 402 rumah . Upaya untuk menyatukan kembali kedua kelompok masyarakat ini pun dilakukan melalui pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat dari kedua belah pihak dengan membentuk sebuah forum .
Namun ironis , ketika semua upaya sudah dilakukan , harapan pengungsi untuk kembali ke tanah kelahiran mereka pun harus terkubur , mereka masih saja mendapat penolakan bahkan tidak diterima oleh kelompok masyarakat Salampesy Muka , dan hingga saat ini pemerintah juga masih terus mencari solusi dan jalan terbaik dari permasalahan ini .
Solusi pun muncul dari berbagai kalangan , seperti pandangan yang dikemukakan oleh mantan Kasubdit Penanganan Konflik Sosial yang sekarang menjadi Kabid Administrasi Kewilayahan di BPP Kemendagri Yohanes Sena , ia mengatakan konflik tersebut bisa saja dikatakan sebagai konflik yang tidak berujung . “ Konflik tersebut tak berujung karena pemerintah daerah masih mencari pola penyelesaian yang hingga saat ini belum ditemukan . Sedangkan pemerintah pusat pun tidak dapat mengambil tindakan akibat kewenangan yang dibatasi oleh undang-undang ,” kata Yohanes
Yohanes Sena menawarkan solusi , seharusnya Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah menyerah saja . “ Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah seharusnya tegas , mereka sebaiknya katakan saja tidak mampu menyelesaikan konflik tersebut , sehingga dengan begitu Pemerintah Provinsi Maluku akan mengambil alih penyelesaian konflik , dan apabila pemerintah provinsi juga tidak mampu , maka serahkan saja kepada pemerintah pusat ,” ungkapnya .
Yohanes juga berpendapat agar konflik ini harus segera diselesaikan dengan menghadirkan Tim Pusat yang dikoordinasikan oleh Kemenpolhukam seperti yang diamanatkan dalam UU No 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial , dengan menghadirkan unsur terkait seperti Kemendagri , TNI / Polri , Kementerian Sosial , Tokoh Agama , Tokoh Masyarakat dan Tokoh Adat .
“ UU tersebut menginstruksikan Penanganan Konflik pada pascakonflik , pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban melakukan upaya pemulihan pascakonflik secara terencana , terpadu , berkelanjutan , dan terukur melalui upaya rekonsiliasi , rehabilitasi , dan rekonstruksi ,” ujar Yohanes .
24 | mediaBPP | Februari 2016