diskusi dan membacanya masih kental ,” katanya .
Masuk kuliah pada 1995 , di masa peralihan orde baru dan reformasi kala itu belum banyak mahasiswa yang progresif terhadap politik pemerintah . Teman-teman Endi banyak yang bergabung pada himpunan jurusan yang banyak dipantau oleh birokrasi kampus . Endi malah memilih organisasi ekstra kampus Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia . “ Saya pilih organisasi ekstra kampus karena dinamikanya lebih kencang dibandingkan dengan organisasi internal ,” jelasnya .
Aktif di dunia mahasiswa , membuatnya bertemu banyak pemikir dan aktivis mahasiswa dari jurusan bahkan universitas lainnya . Seperti HMI , GMNI , PMII dan sebagainya . Endi mulai memetakan isu terkait untuk menuju masa reformasi . Sebagai aktivis ‘ 98 , Endi merumuskan beberapa isu yang menjadi krusial di masa peralihan itu . “ Selain menumbangkan Soeharto , kami mahasiswa memunyai tuntutan penting . Pertama : hapus dwi fungsi ABRI . Kedua : hapus KKN , dan ketiga : otonomi daerah ,” imbuhnya .
Gerakan mahasiswa secara massif di beberapa kota termasuk Yogyakarta , tempat Endi menuntut ilmu bisa dikatakan berhasil . Banyak teman-teman seperjuangan dulu juga terjun di dunia politik atau lembaga anti korupsi seperti ICW . Tetapi , tidak bagi bagi Endi . Dia memutuskan mengambil langkah beda , langkah meneruskan tuntutan aktivis mahasiswa kala itu yang kurang mendapatkan perhatian .
Ruang kerja Robert Na Endi Jaweng
dari seluruh lapisan masyarakat bersatu peduli terhadap otonomi daerah ,” paparnya sambil tersenyum lega .
Berdiri sejak akhir 2000 lalu mulai berkembang pada 2001 , KPPOD memunyai tiga misi utama sebagai lembaga yang fokus membantu peran pemerintah . Endi sendiri mengaku tugas otonomi daerah tidak boleh terfokus pada pemerintah saja , harus ada lembaga yang mengawasi otonomi daerah . Pada awal berdirinya KPPOD bahkan sudah menandatakan MoU bersama Ditjen Otda Kemendagri kala itu sebagai partner pemerintah . “ Makanya tagline kami partner in progress , namun kita juga melakukan kritik dan pengawasan melalui tekanan dari dalam dan membantu dari dalam tentang perencanaan pembangunan daerah ,” ungkapnya .
Tidak banyak memang kolaborasi antara kompenen masyarakat dengan lembaga daerah yang bisa bersatu dengan capaian bagus . Berbagai hasil penelitian mengenai kemajuan daerah seperti potensi ekonomi setiap daerah pun mulai dipetakan oleh Endi dan kawan-kawan . Karena banyak berlatar belakang pemikir ekonomi , pusat kajian KPPOD mengambil kajian ekonomi daerah . “ Kita memilih ekonomi daerah karena ini menjadi penting tapi terlupakan ,” tegasnya .
Menurutnya , pemerintah banyak berpusat pada ekonomi pusat , padahal sebagai potensi pembangunan negara ada di daerah-daerah . “ Coba Anda bayangkan , banyak pengusaha asing datang ke daerah yang memunyai banyak potensi , tapi penduduk lokalnya tidak tahu potensi kekayaan daerahnya sendiri ,” katanya .
Selesai mengenyam pendidikan sebagai sarjana ilmu pemerintah UGM , Endi ke Jakarta dan bertemu dengan berbagai elemen untuk mendirikan KPPOD . KPPOD sendiri dibentuk dari inisiasi 3 komponen dan 7 institusi berdasarkan hasil seminar pada 2006 tentang menyelamatkan otonomi daerah . Tiga komponen itu terdiri dari pelaku usaha : Kadin ( Kamar Dagang dan Industri Indonesia ) melalui KPEN ( Komite Pemulihan Ekonomi Nasional ), lalu komponen dari media massa : Suara Pembaruan , The Jakarta Post , dan Bisnis Indonesia , dan ada komponen dari akademisi seperti CSIS , dan LPM UI . “ Bagi saya suatu kebanggaan , tiga komponen
Sebagai peneliti , Endi berharap pemerintah bisa lebih memerhatikan daerah . Seperti izin usaha seperti UMKM . Catatan KPPOD mengatakan izin usaha di seluruh Indonesia sudah mencapai 1.200 jenis izin , namun sebagian besar ( 518 izin ) berpusat di ibukota . “ Regulasinya harus jelas , perdesaan jangan diberikan sanksi . Tapi diberikan fasilitas ,” ucapnya .
Saat ditanya bagaimana sebaiknya lembaga litbang dalam negeri sebaiknya mengambil langkah , dirinya berharap sebagai lembaga think tank pemerintahan sebaiknya regulasi lahir dan bermitra dengannya yang banyak terjun ke lapangan langsung . “ Ada 500 perda yang kami review , dan 20 persen di antaranya bermasalah . Kami berharap Kementerian Dalam Negeri bisa bermitra lebih luas dengan kami dalam mendukung kesejahteraan ekonomi daerah ,” harapnya . ( IFR )
36 VOLUME 1 NO . 1 | APRIL 2016