ROBERT NA ENDI JAWENG
LEBIH DEKAT
ROBERT NA ENDI JAWENG
PENELITI HARUS PUNYA PEMIKIRAN BERBEDA
Saat reformasi , mahasiswa menuntut tiga hal penting . Yakni , hapus dwi fungsi ABRI , hapus KKN , dan Otonomi Daerah . Setelah 18 tahun berakhir , banyak aktivis mahasiswa ‘ 98 yang terjun di dunia politik . Tetapi tidak bagi Endi . Ia mengambil langkah berbeda dari aktivis lainnya , ia justru melibatkan diri sebagai peneliti yang memusatkan kajian di bidang otonomi daerah . Langkah ini dia ambil karena menurutnya , negara seharusnya bisa maju melalui daerah . Cita-cita yang tidak mudah meneruskan semangat tuntutan reformasi kala itu . Tetapi langkah ini tetap ia jalani dengan sepenuh hati demi mencapai kesejahteraan dan demokratisasi daerah .
Tumpukan ratusan buku sesak memenuhi ruangan berukuran 3x4 meter itu . Bagaikan perpustakaan pribadi , berbagai judul buku saling berhimpitan di lemari , dan meja kerja Direktur KPPOD ( Komite Pemantau Pelaksana Daerah ), Robert Na Endi
Jaweng .
Sambutan telapak tangan gemuk , diulurkan menyambut salam dan menyapa dengan senyum manis dan pipinya yang mengembang . Pria berpostur tebuh gemuk , dan berkaca mata itu mulai bercerita perjalanannya sebagai seorang peneliti dan Direktur KPPOD . “ Kita mulai dari latar pendidikan saya ya ,” imbuhnya .
Sambil sesekali menghela napas karena sesak , Endi begitu ia disapa menuturkan bahwa sejak di bangku SMA dirinya memang senang berbicara . Pria kelahiran Flores , 17 November pada 40 tahun silam itu mengaku lebih senang mengambil jurusan IPS dibanding IPA . “ Karena IPS itu ilmu yang berpikir kreatif , saya tidak suka IPA karena terlalu ketat dengan aturan dan rumus ,” ungkapnya sambil membenarkan kacamatanya yang mulai turun .
Kemantapan di ilmu sosial mulai mantap kala Endi tamat SMA . Dia memutuskan untuk mengambil jurusan Ilmu Pemerintahan UGM . Begitu banyak jurusan ilmu pemerintahan dan politik di berbagai universitas , tetapi UGM menjadi pilihannya karena berbagai pertimbangan . “ Saya memilih UGM , karena ilmu pemerintah di sini menyiapkan mahasiswanya menjadi pemikir bukan pekerja di pemerintahan / administrasi negara . Satu hal lagi , karena di Jogja banyak aktivis , dan budaya
VOLUME 1 NO . 1 | APRIL 2016 35