APK PT kita secara nasional, sekitar 31,5%. Masih kalah dari
Malaysia yang 38%, Singapura 78%, dan Korea Selatan 98%. Tentu hal itu
memprihatinkan. Apabila kita berbicara APK PT Jawa Barat, lebih
memprihatinkan lagi, karena APK PT Jawa Barat itu baru sekitar 20 %.
Padahal di Jawa Barat ini, jumlah lulusan SMA, baik negeri maupun swasta
pada tahun 2018 saja berjumlah 184.866 orang. PTN/PTS yang siap
melayani ada sekitar 380 (PTN 19, PTS 361).
Menurut kajian Kemenristekdikti (2017), ada lima kesimpulan
APK PT kita rendah : (1) jumlah PT terlalu banyak, (2) sebagian besar PT
kecil, (3) secara umum mutu PT tidak bagus, (4) jumlah PT vokasi dan
institut teknologi kurang, (5) prodi STEM [science, technology, engineering,
mathmetics] kurang. Adapun rekomendasi Kemenristekdikti terhadap lima
hal dia atas adalah: (1) jumlah PT yang banyak itu cukup dipertahankan saja,
kalau perlu dikurangi, (2) PT yang kecil-kecil dimerger, (3) pendampinngan
mutu oleh PT berkategori baik kepada PT berkategori kurang, (4) jumlah
politeknik dan institut teknologi ditambah, dan (5) melakukan moratorium
terhadap prodi non-STEM. Di samping itu, mungkin daya beli masyarakat
kita juga masih banyak yang belum bisa menjangkau biaya pendidikan di PT.
Upaya peningkatan APK PT itu tidak hanya menjadi tanggung
jawab PT saja, paling tidak harus ada pelibatan dari tiga pihak, yaitu
pemerintah, perguruan tinggi itu sendiri, dan dunia usaha. Pemerintah
sebagai pengemban amanah Pasal 31 UUD 1945 jelas disebutkan perannya :
Ayat 3 : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang.
Ayat 4 : Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional.
Ayat 5 : Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Untuk mewujudkan hal itu, pemerintah telah berbuat banyak. Di
antaranya saja, telah menerbitkan UU No 12 Tahun 2012 tentang
Kemudian yang terbaru, pemerintah melalui Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menerbitkan Permenristekdikti Nomor
51 Tahun 2018 tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan
Tinggi Negeri, dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi
Swasta. Pada Bab V Pasal 28 sampai dengan Pasal 34, pemerintah mengatur
tentang PSDKU (Program Studi di Luar Kampus Utama) dan pada Bab VII
Pasal 38 sampai dengan Pasal 63 tentang Pendidikan Jarak Jauh.
Melalui PSDKU, sebuah perguruan tinggi dengan persyaratan yang
ditetapkan kementerian dapat membuka pendidikan akademik dan vokasi
untuk program diploma, sarjana, pascasarjana, dan doktor di luar kampus
utama. Di Jawa Barat sudah ada contohnya, seperti ITB di Cirebon, Unpad
di Pangandaran, dan IPB di Sukabumi.
Melalui PJJ, PT dapat menyelenggaran PJJ dalam bentuk mata kuliah,
program studi, atau bahkan perguruan tingginya sekalian seperti halnya
Universitas Terbuka. Tentu penyelenggaraannya wajib mengikuti berbagai
persyaratan yang ditetapkan pemerintah, di antaranya adalah program
studinya terakreditasi A. Apabila sebuah PT menyelenggarakan PJJ kurang
dari 50% program studinya, maka PT tersebut tidak perlu mengajukan izin
kepada Kemenristekdikti, namun apabila melebihi 50% maka diperlukan
izin terlebih dahulu. Kedua bab pada Permenristekdikti tersebut pesannya
sangat jelas tentang bagaimana strategi yang diupayakan pemerintah untuk
meningkatkan APK PT.
Dalam konteks peningkatan APK PT di Jawa Barat, selama ini
Pemprov Jawa Barat melalui Dinas Pendidikan telah berkontribusi nyata
di antaranya dengan memberikan bantuan biaya pendidikan kepada para
mahasiswa yang tersebar di PTN dan PTS di seluruh Jawa Barat.
Demikian pula dengan Pemkot Bandung, melalui Dinas Pendidikan Kota
Bandung, di antaranya berkontribusi nyata untuk meningkatkan APK PT di
Kota Bandung dengan memberikan dana bantuan studi untuk mahasiswa
Kota Bandung yang bernama Bawaku. Di daerah lain, seperti di Pangkal
Pinang, saat ini digalakkan oleh berbagai instansi tentang Gerakan
#SAMAHSAJA (Satu rumah minimal satu sarjana).
Saya kira pemerintah telah memberikan fasilitasi kepada perguruan
tinggi, baik berupa regulasi, peluang kerja sama dengan industri, kucuran
dana langsung kepada masyarakat berupa pemberian beasiswa dengan
berbagai skema, dan lain-lain. Tinggal bagaimana setiap PT menyikapinya
Pendidikan Tinggi.Pada Pasal 48 Ayat 4 dinyatakan bahwa pemerintah
memfasilitasi kerja sama PT dan PT dengan dunia usaha/industri dalam
bidang penelitian. Pada Pasal 86 Ayat 1, pemerintah memfasilitasi dunia
usaha/dunia industri dengan aktif memberikan bantuan dana kepada PT.
Melalui skema tersebut, PT melakukan research and development untuk
kepentingan dunia usaha/industri dan menghasilkan lulusan yang siap pakai
di dunia usaha. Dunia usaha/industri memberikan bantuan dana kepada PT
(berupa dana penelitian, bantuan bengkel kerja,
beasiswa, dll.) dan
menerima SDM siap pakai serta hasil research and development PT. Dari
skema itu muncullah RAPID (Riset Andalan PT dan Industri). Itu teorinya,
ya. Barangkali, seperti itulah skema yang dimaksud oleh Leydesdorff dan
Etzkowitz dengan e Triple-Helix Model (2001). Apakah ada kendala dalam
implementasi skema tersebut? Banyak. Misal, terdapatnya perbedaan
persepsi dan orientasi di antara pendidikan tinggi dengan dunia usaha/dunia
Foto : Mktg
industri.
28
komunita 24 | April 2019