TRADISI
Menyelami Tradisi
Manganan Sigit dan Memutari Punden
Oleh : Khoirunnissa Nur’Aisyah (Crew Magang) | Desain : Adhi Anggara
P
ada era globalisasi yang serba modern seperti sekarang ini, sangat jarang masyarakat yang bisa
mempertahankan sebuah tradisi yang ada sejak zaman leluhur mereka agar tetap berdiri kokoh.
Mempertahankan tradisi dan adat istiadat yang mereka miliki merupakan bukti bahwa masyarakat
daerah peduli dengan lingkungan dan nilai – nilai kehidupan yang tumbuh di sekitar mereka.
Bakaran Wetan, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah adalah salah satu contoh
desa kecil yang masih menjunjung tinggi nilai – nilai kehidupan. Tradisi dan adat istiadat yang sangat
kental mengalir dalam kehidupan warga desa ini. Salah satunya yaitu adanya pernikahan adat.
Ritual pernikahan adat di Desa Bakaran Wetan, sebenarnya memiliki susunan dan tata cara yang hampir
sama dengan pernikahan adat Jawa pada umumnya. Mulai dari lamaran, seserahan, pingitan, pemasangan
tarub dan janur kuning, siraman, ngerik, dodol dawet, midodareni, ijab qobul, panggih atau temu
pengantin, lempar sirih, injak telur, sinduran, timbang atau pangkuan, kacar kucur, dulangan atau suap
– suapan, dan sungkeman. Namun setelah berbincang lama dengan Sukarno, pelawang (juru kunci-red)
Punden Nyai Ageng Bakaran dan Ki Dalang Soponyono—dua orang yang dianggap sebagai leluhur, bahkan
menjadi cerita rakyat di Pati—,ada 2 hal yang menjadi ciri khas pernikahan adat di desa ini yaitu tradisi
“manganan Sigit” dan “memutari Punden”. Tidak banyak orang yang tahu tentang istilah Sigit dan Punden.
48 | DIMENSI