Majalah Cakrawala Edisi 425 Tahun 2015 25 | Page 16

wawancara 16 tim ini, bahwa takut dan berani itu soal kejiwaan yang dimiliki semua orang termasuk diantaranya penyelam. Rasa takut itu manusiawi dan pasti dimiliki oleh semua orang. “Tapi kalau kita ikhlas, situasi apapun bisa dikalahkan,” timpal Kopda Edy. Berkali-kali mereka turun hingga kedalaman 35 meter di bawah permukaan laut saat gelombang tinggi. Tapi selalu saja nihil karena jarak pandang nol (0) sehingga harus kembali lagi ke permukaan. Cara ini diulang berkali-kali dari tanggal 4,5,6 dengan durasi waktu yang memungkinkan pada pukul 05.00 hingga pukul 10.00. “Kalau lewat dari jam itu sudah tidak mungkin lagi karena arus bawah laut sangat kencang,” kata Lettu Aang menambahkan. Kegelisahan mulai dirasakan mereka setelah informasi melalui media yang begitu masif tentang usaha pencarian bangkai pesawat ini belum maksimal. Apalagi sudah berhari-hari belum menampakkan titik terang. Pada penyelaman tanggal 6 tim justru menemukan bangkai kapal yang sudah ditumbuhi selasar. Mereka tidak pernah berhenti berusaha karena dari teknologi sonar kapal Geo Survei yang dicocokkan dengan hasil dari Dishidros sebagai acuan, ada potensi logam mengarah di lokasi. Pada penyelaman hari ketujuh mulai ada titik terang. Pada jarak pandang yang minim di kedalaman 35 meter itu Pelda Boflen menabrak ekor pesawat hingga dia meyakini bahwa itu ekor Air Asia. Dari situ akhirnya mulai terkuak penemuan ini. Sedikit demi sedikit penyelam mengabadikan objek temuan menjadi bahan laporan kepada Komandan. “Saya ambil gambar objek-objek yang menjadi ciri dari pesawat ini seperti huruf-huruf yang tertera pada body pesawat itu,” kata Boflen. Potongan bagian pesawat AirAsia QZ8501 ditarik ke atas kapal Crest Onyx, setelah berhasil diangkat dari dasar laut dengan menggunakan “floating bag” oleh tim penyelam gabungan TNI AL.