JENESYS REPORT
kuil gango-ji, nara
Tokyo baru terasa berbeda di malam hari,
apalagi di daerah Shibuya yang saya kunjungi dengan beberapa peserta lain. Begitu banyak orang yang berlalu-lalang, entah
baru pulang sekolah, kerja, atau memang
hanya sedang berusaha bersenang-senang
seperti kami para turis. Right there, Tokyo
Edisi .1 | No.2 | Oktober 2013
was alive. Begitu pula dengan persahabatan diantara peserta JENESYS 2.0. Hampir
seluruh peserta pergi keluar untuk mengeksplorasi Tokyo malam itu dan hal ini menjadi titik awal dari ikatan kuat diantara kami.
Turis-turis muda asal sepuluh negara ASEAN tersebut berbondong-bondong berusaha memanfaatkan satu malam di Tokyo
sebaik-baiknya. Hampir semuanya kembali
ke hotel dengan cerita-cerita seru mengenai pengalaman Tokyo mereka, meskipun
malam sudah cukup larut.
Keesokan harinya, petualangan baru dimulai. Kelompok Seni dan Budaya berangkat
ke Kyoto dengan menggunakan kereta
Shinkansen. Ini sungguh pengalaman berkereta yang tidak terlupakan. Shinkansen
adalah salah satu bukti seberapa jauh
Jepang telah berkembang dalam ranah teknologi. Perjalanan ke Kyoto itu merupakan
perjalanan kereta paling nyaman yang pernah saya alami. Lalu sesampainya di tujuan,
dua grup tinggal di Kyoto, sementara dua
yang lain melanjutkan perjalanan ke Nara.
Nara sungguh jauh berbeda dari Tokyo
yang bising. Lebih sepi, lebih damai. Kegirangan para peserta seakan menyesuaikan
diri dengan lokasi baru yang kami kunjungi
dan menjadi sedikit lebih tenang. Saat itu,
banyak diantara kami sudah menemukan
teman-teman yang klop. Perjalanan sudah
tidak terasa seperti sesuatu yang asing,
melainkan sebuah petualangan bersama
sahabat-sahabat baru. Sesampainya di
Nara, kami langsung disambut hangat oleh
pemerintah setempat dan langsung diajak
berkeliling di sekitar Nara City. Kami akan
menghabiskan sekitar empat hari di bagian
Jepang yang satu ini. Saya kira kami semua
sangat menyukai sambutan Nara pada sore
hari itu.
Aktivitas kami selama di Nara kebanyakan
adalah berkunjung ke beberapa kuil dan
tempat wisata lain. Secara keseluruhan,
semalam di shibuya, tokyo
Majalah AKSI | 10
Photos courtesy of Maxie
kan bagaimana rasanya memandang Tokyo. Sebagai ibu kota, bisa dibilang Tokyo
adalah ikon Jepang yang paling terkenal.
Meskipun begitu, pengetahuan saya mengenai Tokyo masih cukup minim dan saya
sungguh penasaran mengenai apa saja
yang bisa saya temukan di sana. Maklum,
pengetahuan saya mengenai Jepang masih
sebatas menonton anime dan membaca
manga semasa kecil dulu. Lucunya, berada
di Tokyo tidak begitu terasa seperti berada di tempat yang baru pertama kali saya
kunjungi. Lewat tempat duduk dekat jendela di dalam bis, saya mengamati Tokyo
dan merasa seperti sudah pernah berada
di situ sebelumnya. Ada semacam sense of
familiarity yang saya rasakan selama berada
di Tokyo. Sebagai sebuah kota metropolitan, suasana hingar-bingarnya sebenarnya
tidak jauh seperti apa yang saya hadapi sehari-hari di Jakarta. Hanya saja, Tokyo jauh
lebih bersih, lebih rapi, dan yang paling
membuat berbeda, tidak berpolusi. Kebetulan, saat itu sedang awal musim panas, jadi
pada siang hari, Tokyo bisa terasa sangat
panas, namun karena tidak banyak menghirup asap kendaraan, saya tidak begitu
terganggu.