Industry edisi agustus 2013 | Page 15

Ernovian G Ismy. negara ASEAN yang lebih siap, bisa menjadi penghambat perkembangan industri tekstil domestik dalam AEC. Hal ini sempat diungkapkan oleh Direktur Industri Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian, Ramon Bangun. Kepada wartawan di Jakarta beberapa waktu lalu ia menyebutkan bahwa negara-negara ASEAN, seperti Myanmar, Vietnam, Laos dan Kamboja telah dibekali dengan perjanjian dagang serta bea khusus untuk memasarkan produk mereka ke Eropa dan Amerika Serikat. Dan hal itu tidak dimiliki oleh para pelaku industri di Tanah Air. “Indonesia tidak memiliki perjanjian ke mana-mana. Dari sisi ini saja sudah menyulitkan kita,” ujarnya (14/5). Soal lemahnya diplomasi perdagangan Indonesia dengan sejumlah negara pasar tekstil dan produk tekstil ini juga diungkapkan oleh Ernovian G Ismy, sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). Menurut Ernovian, saat ini sebenarnya merupakan momentum yang baik bagi industri TPT domestik karena sejumlah pasar mulai kembali menengok produk asal Indonesia. Hal ini dipicu oleh tidak hanya kasus kebakaran pabrik tekstil di Bangladesh yang menewaskan banyak karyawannya di sana, namun juga karena produk dari Cina dinilai mulai mahal karena upah pekerja yang tinggi. Sayangnya, kata Ernovian, situasi di Indonesia tidak mendukung berkembangnya industri TPT. Ia menyebut seringnya terjadi demo buruh, kenaikan tarif listrik serta BBM, sehingga industri lokal tak lagi kompetitif. Akhirnya sejumlah pasar tekstil dunia beralih ke Vietnam atau kembali Bangladesh. Tengok saja angka ekspor TPT kedua Negara tersebut yang masing-masing US$ 17 miliar dan US$ 20 miliar. “Kenapa mereka naik, karena Vietnam punya perjanjian bilateral dengan Amerika Serikat. Begitu juga dengan Bangladesh. Mereka memang di-support oleh faktor dalam negeri,” ujarnya. Dalam kesempatan berbeda, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat, memproyeksikan kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) bakal stagnan pada tahun ini. Seperti yang disampaikan Ernovian, Ade menyebut persoalan seperti penaikan tarif dasar listrik (TDL) dan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) yang meningkatkan biaya produksi. Ujung-ujungnya produk TPT Indonesia tak lagi kompetitif dibanding negara kompetitor Ade memperkirakan total penjualan industri TPT pada tahun 2013 ini hanya mampu menyamai realisasi tahun 2012 sebesar US$20,2 miliar akibat melemahnya penjualan di dalam negeri.”Permasalahan domestik pada tahun ini lebih berat daripada masalah global seperti krisis ekonomi di Eropa yang menekan laju ekspor pada tahun lalu,” ujarnya. Dipaparkan Ade, nilai total AGUSTUS 2013 INDONESIAN INDUSTRY 15