Ernovian G Ismy.
negara ASEAN yang lebih siap, bisa
menjadi penghambat perkembangan
industri tekstil domestik dalam AEC.
Hal ini sempat diungkapkan
oleh Direktur Industri Tekstil dan
Aneka Kementerian Perindustrian,
Ramon Bangun. Kepada wartawan
di Jakarta beberapa waktu lalu ia
menyebutkan bahwa negara-negara
ASEAN, seperti Myanmar, Vietnam,
Laos dan Kamboja telah dibekali
dengan perjanjian dagang serta bea
khusus untuk memasarkan produk
mereka ke Eropa dan Amerika
Serikat. Dan hal itu tidak dimiliki
oleh para pelaku industri di Tanah
Air. “Indonesia tidak memiliki
perjanjian ke mana-mana. Dari sisi
ini saja sudah menyulitkan kita,”
ujarnya (14/5).
Soal lemahnya diplomasi
perdagangan Indonesia dengan
sejumlah negara pasar tekstil dan
produk tekstil ini juga diungkapkan
oleh Ernovian G Ismy, sekjen
Asosiasi Pertekstilan Indonesia
(API). Menurut Ernovian, saat ini
sebenarnya merupakan momentum
yang baik bagi industri TPT
domestik karena sejumlah pasar
mulai kembali menengok produk
asal Indonesia. Hal ini dipicu oleh
tidak hanya kasus kebakaran
pabrik tekstil di Bangladesh yang
menewaskan banyak karyawannya
di sana, namun juga karena produk
dari Cina dinilai mulai mahal
karena upah pekerja yang tinggi.
Sayangnya, kata Ernovian, situasi
di Indonesia tidak mendukung
berkembangnya industri TPT. Ia
menyebut seringnya terjadi demo
buruh, kenaikan tarif listrik serta
BBM, sehingga industri lokal tak lagi
kompetitif.
Akhirnya sejumlah pasar tekstil
dunia beralih ke Vietnam atau
kembali Bangladesh. Tengok saja
angka ekspor TPT kedua Negara
tersebut yang masing-masing US$
17 miliar dan US$ 20 miliar.
“Kenapa mereka naik, karena
Vietnam punya perjanjian bilateral
dengan Amerika Serikat. Begitu juga
dengan Bangladesh. Mereka memang
di-support oleh faktor dalam negeri,”
ujarnya.
Dalam kesempatan berbeda,
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan
Indonesia (API), Ade Sudrajat,
memproyeksikan kinerja industri
tekstil dan produk tekstil (TPT)
bakal stagnan pada tahun ini.
Seperti yang disampaikan Ernovian,
Ade menyebut persoalan seperti
penaikan tarif dasar listrik (TDL)
dan kenaikan upah minimum
provinsi (UMP) yang meningkatkan
biaya produksi. Ujung-ujungnya
produk TPT Indonesia tak lagi
kompetitif dibanding negara
kompetitor
Ade memperkirakan total
penjualan industri TPT pada
tahun 2013 ini hanya mampu
menyamai realisasi tahun 2012
sebesar US$20,2 miliar akibat
melemahnya penjualan di dalam
negeri.”Permasalahan domestik
pada tahun ini lebih berat daripada
masalah global seperti krisis
ekonomi di Eropa yang menekan
laju ekspor pada tahun lalu,” ujarnya.
Dipaparkan Ade, nilai total
AGUSTUS 2013 INDONESIAN INDUSTRY 15