SPOTLIGHT
Pelemahan harga juga diperkirakan sebagai
akibat dari penurunan hingga pembebasan pajak
ekspor dan dihilangkannya quota ekspor CPO oleh
Malaysia, dan inkonsistensi mandatori penggunaan
biodiesel berbahan baku minyak sawit di Uni Eropa
ditambah dengan kampanye negatif terhadap minyak
kelapa sawit.
Dengan melimpahnya stok kedelai yang menurut
data dari Amerika Serikat, diperkirakan tumbuh
dengan angka 35% pada tahun ini. Dampaknya pun
membuat nilai jual harga kedelai turun, pasalnya
permintaan CPO bisa turun karena bisa tergantikan
minyak kedelai.
atau dari 98.98 ribu ton pada Februari meningkat
menjadi 236.08 ribu ton, peningkatan permintaan
ini tidak terlepas dari pengembangan Biodiesel di
dalam negeri tirai bambu mulai berjalan dan ada
kemungkinan CPO juga menjadi bahan dasarnya.
Harga CPO Diprediksi Masih Akan Merosot
Hingga Akhir Tahun Ini
Kebijakan Pajak Ekspor Dan Ekspor CPO
Pada Kuartal I Tahun 2015
Pada awal tahun 2015, pemerintah berencana
untuk menyesuaikan tarif pungutan ekspor CPO
atau minyak kelapa sawit mentah dan turunannya.
Pungutan ini bertujuan untuk meningkatkan daya
saing dari CPO di pasar global, dan hasil pungutan
tersebut nantinya akan dikeluarkan kembali oleh
pemerintah untuk industri perkebunan sendiri, bukan
kepada perusahaan. Berbagai program perkebunan
seperti penanaman kembali, peningkatan kapasitas
sumber daya manusia, peningkatan sarana
prasarana, serta untuk pembiayaan energi alternatif
atau Biodiesel. Harapannya, industri CPO bisa
berkembang dan harga CPO bisa mengalami
kenaikan.
Pungutan ini baru akan dikenakan bila harga
CPO bisa mencapai US$ 750 per ton dan dikenakan
bea ekspor sebesar 50%. Dari peraturan tersebut
juga sudah ditanda tangani oleh Menteri Keuangan,
yang berlaku pada awal bulan Mei ini.
Sementara untuk ekspor minyak sawit Indonesia
Year on Year, volume ekspor minyak sawit Januari –
Maret 2015 tercatat meningkat 13.7% dibandingkan
periode yang sama tahun lalu atau dari 4.93 juta
ton per Maret 2014 meningkat menjadi 5.6 juta
ton per Maret 2015. Diluar dugaan permintaan
CPO meningkat cukup signifikan dari China, Timur
tengah, Afrika dan Uni Eropa. Pada Maret ini
permintaan minyak sawit dari Tiongkok meningkat
138.5% dibandingkan dengan bulan sebelumnya
6
EDISI X MEI 2015
Namun meningkatnya permintaan tersebut masih
belum mampu mengangkat harga dari komoditas ini,
salah satu penyebabnya dikarenakan cadangan yang
menumpuk di negara-negara produsen dan ke posisi
terendah dalam enam tahun. Belum lagi komoditas
yang digunakan dalam segala hal, mulai dari bahan
bakar sampai mie instan dan permen pun turun 19%
dalam satu tahun terakhir akibat anjloknya harga
minyak bumi yang memotong daya tarik minyak
goreng sebagai Biofuel dan sebagai pasokan global
kedelai yang naik ke rekor.
Sementara itu, harga minyak kedelai di Chicago
yang terus merosot pada bulan januari ke level
terendah sejak 2008 membuat pembeli dari India,
Tiongkok dan Iran bergeser dari Minyak sawit.
Produksi di Malaysia yang sudah turun sebesar
920.000 ton dalam empat bulan sampai Februari lalu
diperkirakan akan terus menurun sampai Juni karena
siklus biologis pohon dan siklus panen yang rendah.
Produksi di Malaysia akan mencapai total 19.7 juta
ton tahun ini sementara output di Indonesia akan
berada pada 31.5 juta ton.
Produksi kelapa sawit Malaysia turun 12 persen
dalam tiga bulan sampai Maret lalu, yaitu sebesar
3.78 juta ton dari tahun sebelumnya, sementara
itu untuk bulan Maret saja, produksi naik 7%
dibandingkan produksi bulan Februari. Harga ratarata CPO global pada Maret 2015 kembali melorot
2.4% dibandingkan bulan lalu, harga rata-rata Maret
hanya mampu bertengger di US$ 662 per metrik ton
dengan pergerakan harga harian di kisaran US$ 630
– US$ 708 per metrik ton.