Great ISS Agustus 2019 | Page 6

HEADLINE NASIONALISME DALAM BUDAYA PADA KORPORASI Dunia telah mengenal Indonesia sebagai negeri kaya nan makmur, dengan budaya asli bangsanya yang menjunjung tinggi nilai-nilai positif. Kekayaan Indonesia pun tak sebatas di alam, tetapi juga pada keragaman budaya lokal yang arif dan telah membentuk suatu budaya bangsa Indonesia. Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika telah menyatukan bangsa Indonesia yang hidup dalam harmoni, di atas keragaman budaya lokal yang tersebar dan terucap oleh lebih dari 700 bahasa daerah, dan di lebih dari 16.000 pulau di negara kepulauan ini. Dalam menyongsong Making Indonesia 4.0, budaya Indonesia sejatinya dapat menjadi kebanggaan sekaligus kekuatan tersendiri bagi orang Indonesia, tak terkecuali dalam penerapannya budaya di korporasi. Hal ini akan mampu membangun sumber daya manusia Indonesia sebagai modal insani (human capital) yang tidak tergantikan oleh mesin, serta memiliki keunggulan dan daya saing. Menurut Nerfita Primasari, Director of People and Culture, “Justru teknologi ini kalau dilihat dari sisi positif, menjadi enabler untuk kita bisa memengaruhi cultural transformation atau memengaruhi dalam hal-hal 6 Vol. 4 - No. 14 | Agustus 2019 | GREAT ISS positif yang ada di sekitar kita. ” Misalnya saja budaya Jawa. Kita tentu selalu ingat dengan kalimat bijak yang pernah dikatakan oleh Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara. Ya, kalimat itu berbunyi ‘Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani’ yang berarti ‘Di depan memberi teladan, di tengah memberikan motivasi, di belakang memberikan dorongan.’ Kalimat ini sepatutnya dapat menjadi semboyan bagi setiap individu bangsa Indonesia, tak terkecuali dalam penerapannya di sebuah perusahaan. Atau filosofi Jawa yang pernah diungkapkan oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu silam, yaitu ‘Lamun siro sekto ojo mateni, lamun siro banter ojo ndhisiki, lamun siro pinter ojo minteri.’ Filosofi hidup bagi Presiden Republik Indonesia periode 2014- 2019 dan 2019-2024 ini memiliki arti ‘Meskipun kamu sakti janganlah suka menjatuhkan, meskipun kamu cepat jangan suka mendahului, meskipun kamu pintar janganlah memintari.’ Dengan kata lain, filosofi Jawa ini juga mempunyai makna kerendahan hati yang dapat menjadi pedoman seseorang dalam memimpin.