Garuda Indonesia Colours Magazine March 2014 | Page 122
120
Travel | London
dan seorang industrialis. Baik atau buruk,
beberapa dari penghuni Soho ini telah
mengubah hidup hampir setiap orang di planet
ini. Pada tahun 1925 misalnya, John Logie
Baird memamerkan televisi pertama di dunia
di sebuah loteng di Frith Street, kira-kira
setengah abad setelah Mr. Philip Morris
membuat merek rokoknya yang terkenal
di Great Marlborough Street.
Ayah Morris berasal dari Jerman – salah
satu dari sekian banyak orang Eropa yang
menemukan hidup barunya di Soho. Contoh
lainnya, sekarang ini sepuluh ribu orang
berkebangsaan Perancis menyebut London
sebagai rumahnya, saking banyaknya hingga
Ibu Kota Inggris ini (menurut perkiraan
yang berlebihan) disebut-sebut sebagai Kota
Perancis terbesar keenam! Hal ini bukanlah
fenomena yang muncul pada zaman modern
saja: pada tahun 1700-an suasana di ujung
tenggara Soho sangatlah kental dengan nuansa
Perancisnya – suara, aroma, serta papanpapannya – mudah sekali untuk lupa di bagian
Selat Inggris manakah Anda berada saat itu.
Untuk mengingat masa ini, Anda dapat
mengunjungi dua kafe. Maison Bertaux
dibuka pada tahun 1871 oleh pengungsi yang
melarikan diri dari Paris untuk menyelamatkan
hidupnya (dan untungnya membawa serta
resep croissant dan eclairsnya). Sedangkan
Patisserie Valerie, atau biasa disingkat
Pat Val, memulai bisnisnya sejak 1926.
Kisah serupa terjadi pula pada populasi
penduduk Italia yang juga berdatangan
pada masa yang sama. Mereka meninggalkan
banyak restoran-restoran dan toko-toko
makanan termasuk Bar Italia (yang dijalankan
oleh keluarga yang sama sejak pertama berdiri
pada tahun 1949) yang terletak di Frith Street,
juga Lina, sebuah toko makanan Italia
yang terletak di Brewer Street.
Di abad ke-21 ini, beragam kebudayaan
berkumpul menjadi satu membuat tempat
ini menjadi penuh warna. Dengan adanya
Chinatown yang terletak tak jauh dari sini,
tak heran jika restoran-restoran Vietnam,
Korea, Indonesia, Canton dan juga Thai
menjamur di Soho – tapi saat ini makanan
Jepanglah yang paling populer. Beberapa
pilihan tempat yang terkenal (dan cukup
terjangkau) adalah Shoryu dan Bone Daddies,
sebuah kafe ramen yang sangat ramai. Juga
terdapat pilihan tempat sarapan yang enak:
Koya Bar yang buka pada jam 8.30 pagi,
menyajikan beberapa makanan tradisional
Jepang, English breakfast udon atau sarapan
udon ala Inggris dan juga kedgeree (makanan
khas era kolonial British Raj yang di tempat
ini diubah menjadi bubur kari ditambah
ikan haddock rebus dan juga telur).
Bagi sebagian penduduk Soho, sarapan ala
Soho di Koya Bar menandai akhir ‘hari’ mereka
alih-alih untuk memulainya – terutama jika
mereka menghabiskan waktu semalam suntuk
berpesta di klub atau bar di sepanjang area
tersebut. Hal ini sudah cukup lama terjadi.
Sekitar tahun 1950-an sebuah diskotik pertama
di London dibuka di Poland Street – diskotik
Perancis yang dikenal dengan nama
La Poubelle (atau ‘tempat sampah’).
Breakfast dishes are freshly
made in front of you at Koya Bar.
Koya Bar’s Japanese-style take
on the classic English breakfast,
English breakfast udon.
Sejak saat itu Soho telah kehilangan jati
dirinya namun juga menemukan kembali
reputasinya sebagai destinasi penuh toko
dan butik yang trendi. Carnaby Street
adalah tempat yang ramai dikunjungi para
fashionista pada tahun 1960-an – dan jauh
lebih ramai pada masa sekarang. Ta 2