e-Magz JIA XIANG HOMETOWN 2016 | Page 17

ada warga Tionghoa yang memiliki SHM dan diketahui oleh pemerintah daerah, maka status tanah tersebut akan diturunkan menjadi Hak Guna Bangunan (HGB). Salah satu warga Tionghoa yang merasakan perlakuan diskriminasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah di DIY yaitu Siput Lokasari. Tanah yang dibeli istrinya di Kabupaten Kulon Progo seluas 2.000 M2 lebih pada tahun 2015 hingga kini belum bisa memimilki SHM. “Hinga kini tanah yang dibeli istri saya belum memiliki SHM, alasannya karena istri saya merupakan WNI Non-Pribumi. Ini jelas-jelas tindakan diskriminasi yang dilakukan Gubenur DIY sebagai kepala daerah terhadap warga keturunan Tionghoa secara sistemaitis,” ucap Siput saat ditemui Jia Xiang, Jumat (7/10/2016). Menurut Siput warga Tionghoa dianggap sebagai WNI NonPribumi, ini tidak sesuai dengan UU No 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, dalam UU tersebut seluruh WNI memiliki hak yang sama. Selain itu perlakukan Gubenur DIY melarang warga Tionghoa memiliki SHM tanah dapat diindikasikan bahwa Gubenur DIY telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia berupa ras diskriminasi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (1) UU 39 tahun 1999 tentang HAM. HALAMAN S E B E L U M N YA HUMANIORA Warga Tionghoa di DIY Masih Diperlakukan Diskriminasi “Seharusnya sebagai kepala daerah, Sultan HB X harus tunduk terhadap konstitusi yang berlaku di negara ini dengan memperbolehkan warga Tionghoa memiliki SHM di DIY. Hal tersebut dikarenakan sejak tahun 1984 di DIY sudah berlaku Undang-Undang Pokok Argaria (UUPA) No.5/1960 melalui Perda No.3 tahun 1984. Dalam Perda tersebut juga mencabut semua peraturan tanah di DIY seblum tahun 1984, sehingga surat No.K989/I/A/1975 tanggal 5 Maret 1975 secara otomatis tidak berlaku lagi di DIY,” tegas Siput. Siput menuturkan setelah tahun 1984 sebenarnya sudah ada beberapa warga Tionghoa yang sudah bisa memiliki SHM tanah dan bangunan yang dimiliki mereka. Termasuk dirinya yang membeli sebidang tanah di dekat Puro Pakualaman pada tahun 1990, dan berhasil memperoleh SHM. “Sebelum membeli tanah tersebut saya bertanya terlebih dahulu kepada Sri Paduka Paku Alam VIII yang mengelurkan surat instrikusi 1975. Saya boleh tidak 17 | Jia Xiang Hometown • e-MAGZ 17 • 2016 HALAMAN B E R I K U T