.Doc Edisi IX DOTDOC IX - CETAK single | Página 13

Mencatat dan Menyimpan Peristiwa ladang tembakau di Desa Sukasari Kec. Tanjungsari Kab. Sumedang terlambat panen dan harga tembakau jadi sangat mahal,” jelas Toto. Di Desa Sukasari, hampir semua penduduknya bermata pencaharian sebagai petani tembakau. Sayangnya, pemerintah setempat tidak memberikan dukungan kepada mereka. Contohnya, dalam hal aneka keperluan pertanian seperti pupuk, obat, dan modal pemerintah tidak memberikan bantuan tersebut. Ii yang juga ketua salah satu kelompok tani di Desa Sukasari mengeluhkan hal tersebut. Dirinya mengaku petani anggota kelompoknya memiliki kendala utama pada permodalan. Meski sudah pernah mengajukan proposal ke pihak pemerintah Jawa Barat untuk memohon bantuan modal pada tahun 2012, namun pihaknya belum memperoleh respon dari pemerintah. Oleh karenanya, melalui kelompok taninya inilah para petani saling membantu dalam permodalan. “Menanam tembakau itu menanamnya lama dan modalnya besar, jadi kalau tidak terjual tembakaunya petani bisa rugi ratusan juta,” ungkap Ii. Tidak adanya bantuan dari pemerintah dalam hal permodalan DOTDOC Menyoal FCTC, Suryana menyebutkan, ketakutan pemerintah dan petani tembakau hanya pada pasal 16 dan 17. Namun, pasal yang menyebutkan tentang pelarangan penanaman tembakau tersebut tentu sangat memberatkan para petani tembakau. Suryana mengatakan bila pemerintah meratifikasi traktat tersebut artinya presiden akan mematikan enam juta pekerjaan petani tembakau. “Belum ditambah pengepul dan produsen rokok. Angka pengangguran akan semakin tinggi,” ungkapnya. Pun bila pemerintah mengimbau petani untuk alih tanam, hal ini bukan perkara mudah karena tembakau merupakan tanaman tunda simpan. Artinya, ketika harga sedang jatuh tembakau masih bisa disimpan dan dijual kembali ketika harga sudah mulai stabil. Statistik harga tembakau juga tidak se- fluktuatif tanaman sayur. Oleh karenanya, petani tembakau cenderung bertahan dengan tanaman taninya karena ketika ia tidak dapat menjual hasil tanamnya ia tidak akan mengalami rugi besar. Suryana, Ketua APTI Jabar foto: Widya Citra A. menyebabkan banyak petani tembakau yang gulung tikar. Ketua Asosiasi Petan i Tembakau Jawa Barat, Suryana, menjelaskan, di Jawa Barat dana bantuan untuk petani tembakau memang nol persen. Bahkan secara tegas dirinya mengatakan, pemerintah mengesampingkan pendapatan dari tembakau. “Petani tembakau adalah petani yang ditelantarkan oleh pemerintah,”tegasnya. Pasalnya, dana APBN yang disediakan pemerintah Jawa Barat untuk pertanian adalah sebesar 15%, namun tidak seperak pun dana tersebut dibagikan ke komoditas tembakau, padahal di Jawa Barat tembakau merupakan salah satu pendapatan terbesar bahkan di Indonesia tembakau merupakan penyumbang nomor dua pendapatan Negara dengan angka 198 triliun tahun lalu. Suryana menambahkan, ada enam kendala utama yang dihadapi oleh petani tembakau. Pertama adalah kebijakan pemerintah untuk mengimbau petani tembakau agar alih komoditi, alih profesi ke ranah industri, serta banyaknya alih fungsi lahan. Selain itu, pasar tembakau merupakan pasar bebas sehingga petani terkena pajak yang sangat tinggi, penerapan pergudangan juga menghambat penjualan petani karena petani harus menyimpan hasil tanamnya dan menunggu pembeli atau pengepul datang. Kendala lainnya adalah tidak ada dana talangan dari pemerintah, tidak ada subsidi pupuk, serta Indonesia yang tidak memiliki patokan prakiraan cuaca yang tepat. “Kita dulu pakai punya Jepang, tapi ternyata sekarang prakiraan cuaca milik Jepang melenceng jauh. Selain itu, kita memang punya LAPAN tapi hasilnya selalu tidak akurat,” jelas Suryana. 13