Cakrawala Edisi 426 | Page 61

nyata yang eksis. Namun demikian tentu saja jaminan kemenangan dalam suatu perang diperoleh dari keunggulan militer, dan daya tahan atau kemampuan militer melakukan perang yang berkelanjutan. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa bangsa ini perlu memiliki kemampuan untuk memenuhi sendiri akan kebutuhan dasar alat peralatan perangnya dan mampu melipatgandakan kekuatan militernya sesuai dengan besar ancaman yang (mungkin) muncul. Seperti yang dikatakan oleh Carl von Clausewitz dalam bukunya “On War”, mengatakan bahwa “Perang tidak lain adalah kelanjutan politik. Perang adalah alat untuk mencapai tujuan politik. Perang tidak dapat dipisahkan dari konteks politik”. Melalui bidangnya maka militer memiliki kekhususan dibandingkan dengan instansi lain, meliputi kekhususan organisasi, kriteria dan persyaratan, mekanisme dan prosedur, maupun kultur. Perkembangan teknologi militer dalam persenjataan dan mobilitas serta kebutuhan militer dalam melaksanakan peperangan, telah merubah doktrin peperangan, yang sama sekali berbeda dengan peperangan pada generasi sebelumnya. Pola peperangan telah terjadi perubahan yang sangat pesat,yang dipicu oleh teknologi militer, dan menyebabkan militer harus menyesuaikan dengan melakukan perubahan doktrin peperangan, untuk mewadahi perkembangan teknologi. Demikian pula pengamat militer Andi Wijayanto (2010) berpendapat bahwa untuk mengukur kapabilitas militer dapat ditinjau dari beberapa faktor utama yaitu: (1) kemampuan untuk memperoleh informasi dan intelijen strategis untuk mendukung rencana strategi; (2) kemampuan gelar pasukan yang terkoordinasi dan dilengkapi dengan sarana prasarana mobilitas dan logistik; (3) kapabilitas dukungan tempur yang ditentukan oleh penggunaan teknologi digital untuk mempercepat dan mengintegrasikan sistem logistik di daerah pertempuran; (4) kapabilitas manuver, sebagai kemampuan untuk meningkatkan kemampuan menyerang, penggelaran pasukan dan penerobosan; (5) kapabilitas mobilitas pasukan, yang didukung oleh kesamaptaan prajurit dan dukungan alat angkut baik darat, air dan udara; dan (6) kapabilitas tempur pasukan itu sendiri. Menghadapi perkembangan perang mendatang, muncul pendapat bahwa tren peperangan masa depan lebih banyak akan terjadi dalam perang kota dan perang menghadapi ancaman non tradisional. Perang kota dan menghadapi ancaman non tradisional, merupakan generasi baru peperangan masa depan, yang tidak dapat dihadapi dengan menerapkan komponen dan prinsip peperangan generasi sebelumnya. Akibat pengaruh perkembangan teknologi, menyebabkan perubahan doktrin militer, yang berkembang mengikuti perubahan generasi peperangan dan perkembangan teknologi persenjataan militer. Meskipun demikian, perkembangan teknologi tidak serta merta berpengaruh kepada strategi pertahanan nasional dan strategi militer yang berada pada tataran di atas. Dari beberapa pandangan dan pendapat serta analisis di atas, bahwa perang di masa mendatang tidak lagi menitikberatkan tumpuannya kepada kerakyatan semata (Sishankamrata) tetapi akan lebih bersandar kepada kesemestaan segenap potensi sumber daya (SDA, SDB dan SDM) yang dimiliki bangsa Indonesia untuk mendukung pertahanan negara yang melibatkan seluruh potensi bangsa seperti bidang teknologi, bidang industri, bidang sarana dan prasarana, maupun komponen masyarakat untuk mendukung pertahanan dan keamanan negara. Hal tersebut yang membedakan dari perwujudan Sishankamrata tahun 1945 ketika kesemestaan masih dipusatkan pada aspek rakyat sebagai “manpower” dengan perwujudan Sishankamrata abad-21. Namun demikian, satu nilai yang sama dan harus tetap dipertahankan adalah upaya bela negara senantiasa diselenggarakan berdasarkan semangat cinta tanah air. Orientasi masa depan sebagai imbangan terhadap orientasi masa lalu, serta memusatkan perhatian kepada fungsi pertahanan keamanan dan bentuk peran TNI secara terintegrasi. Konsekuensi serta konsistensi ciri gabungan perlu ditekankan sebagai benang merah yang tercermin dalam setiap upaya dan sepanjang proses pembinaan pertahanan keamanan negara, mulai dari doktrin gabungan, struktur organisasi gabungan, prosedur operasi gabungan, alutsista hingga sikap mental perorangan dan organisasi secara keseluruhan. Konsep pertahanan negara yang berorientasi ke masa depan haruslah mampu mengantisipasi perkembangan ancaman di masa depan yang berpengaruh terhadap masalah pertahanan keamanan. Untuk itu, konsepsi pertahanan keamanan negara harus mampu melihat lingkup pertahanan keamanan negara secara utuh dan komprehensif yang meliputi; (1) kondisi bangsa dan negara saat ini (2) nilai budaya bangsa dan jati diri bangsa yang merupakan perpaduan dari ciri budaya maupun pengaruh empirik sejarah bangsa (3) kepentingan nasional untuk mampu merespons tantangan masa depan, serta (4) agar lebih memberikan perhatian kepada orientasi outward looking sebagai balance terhadap orientasi inward looking. Cakrawala Edisi 426 Tahun 2015 61