nyata yang eksis. Namun demikian tentu saja jaminan
kemenangan dalam suatu perang diperoleh dari
keunggulan militer, dan daya tahan atau kemampuan
militer melakukan perang yang berkelanjutan.
Hal tersebut mengisyaratkan bahwa bangsa ini
perlu memiliki kemampuan untuk memenuhi sendiri
akan kebutuhan dasar alat peralatan perangnya dan
mampu melipatgandakan kekuatan militernya sesuai
dengan besar ancaman yang (mungkin) muncul.
Seperti yang dikatakan oleh Carl von Clausewitz dalam
bukunya “On War”, mengatakan bahwa “Perang
tidak lain adalah kelanjutan politik. Perang adalah alat
untuk mencapai tujuan politik. Perang tidak dapat
dipisahkan dari konteks politik”. Melalui bidangnya maka
militer memiliki kekhususan dibandingkan dengan instansi
lain, meliputi kekhususan organisasi, kriteria dan persyaratan,
mekanisme dan prosedur, maupun kultur.
Perkembangan teknologi militer dalam persenjataan
dan mobilitas serta kebutuhan militer dalam melaksanakan
peperangan, telah merubah doktrin peperangan, yang sama
sekali berbeda dengan peperangan pada generasi sebelumnya.
Pola peperangan telah terjadi perubahan yang sangat
pesat,yang dipicu oleh teknologi militer, dan menyebabkan
militer harus menyesuaikan dengan melakukan perubahan
doktrin peperangan, untuk mewadahi perkembangan
teknologi.
Demikian pula pengamat militer Andi Wijayanto (2010)
berpendapat bahwa untuk mengukur kapabilitas militer dapat
ditinjau dari beberapa faktor utama yaitu: (1) kemampuan
untuk memperoleh informasi dan intelijen strategis untuk
mendukung rencana strategi; (2) kemampuan gelar pasukan
yang terkoordinasi dan dilengkapi dengan sarana prasarana
mobilitas dan logistik; (3) kapabilitas dukungan tempur
yang ditentukan oleh penggunaan teknologi digital untuk
mempercepat dan mengintegrasikan sistem logistik di daerah
pertempuran; (4) kapabilitas manuver, sebagai kemampuan
untuk meningkatkan kemampuan menyerang, penggelaran
pasukan dan penerobosan; (5) kapabilitas mobilitas pasukan,
yang didukung oleh kesamaptaan prajurit dan dukungan alat
angkut baik darat, air dan udara; dan (6) kapabilitas tempur
pasukan itu sendiri.
Menghadapi perkembangan perang mendatang,
muncul pendapat bahwa tren peperangan masa depan
lebih banyak akan terjadi dalam perang kota dan perang
menghadapi ancaman non tradisional. Perang kota dan
menghadapi ancaman non tradisional, merupakan generasi
baru peperangan masa depan, yang tidak dapat dihadapi
dengan menerapkan komponen dan prinsip peperangan
generasi sebelumnya. Akibat pengaruh perkembangan
teknologi, menyebabkan perubahan doktrin militer, yang
berkembang mengikuti perubahan generasi peperangan dan
perkembangan teknologi persenjataan militer. Meskipun
demikian, perkembangan teknologi tidak serta merta
berpengaruh kepada strategi pertahanan nasional dan strategi
militer yang berada pada tataran di atas.
Dari beberapa pandangan dan pendapat serta analisis
di atas, bahwa perang di masa mendatang tidak lagi
menitikberatkan tumpuannya kepada kerakyatan semata
(Sishankamrata) tetapi akan lebih bersandar kepada
kesemestaan segenap potensi sumber daya (SDA, SDB dan
SDM) yang dimiliki bangsa Indonesia untuk mendukung
pertahanan negara yang melibatkan seluruh potensi bangsa
seperti bidang teknologi, bidang industri, bidang sarana
dan prasarana, maupun komponen masyarakat untuk
mendukung pertahanan dan keamanan negara. Hal tersebut
yang membedakan dari perwujudan Sishankamrata tahun
1945 ketika kesemestaan masih dipusatkan pada aspek rakyat
sebagai “manpower” dengan perwujudan Sishankamrata
abad-21. Namun demikian, satu nilai yang sama dan harus
tetap dipertahankan adalah upaya bela negara senantiasa
diselenggarakan berdasarkan semangat cinta tanah air.
Orientasi masa depan sebagai imbangan terhadap
orientasi masa lalu, serta memusatkan perhatian kepada
fungsi pertahanan keamanan dan bentuk peran TNI secara
terintegrasi. Konsekuensi serta konsistensi ciri gabungan
perlu ditekankan sebagai benang merah yang tercermin
dalam setiap upaya dan sepanjang proses pembinaan
pertahanan keamanan negara, mulai dari doktrin gabungan,
struktur organisasi gabungan, prosedur operasi gabungan,
alutsista hingga sikap mental perorangan dan organisasi
secara keseluruhan.
Konsep pertahanan negara yang berorientasi ke masa
depan haruslah mampu mengantisipasi perkembangan
ancaman di masa depan yang berpengaruh terhadap masalah
pertahanan keamanan. Untuk itu, konsepsi pertahanan
keamanan negara harus mampu melihat lingkup pertahanan
keamanan negara secara utuh dan komprehensif yang
meliputi; (1) kondisi bangsa dan negara saat ini (2) nilai budaya
bangsa dan jati diri bangsa yang merupakan perpaduan dari
ciri budaya maupun pengaruh empirik sejarah bangsa (3)
kepentingan nasional untuk mampu merespons tantangan
masa depan, serta (4) agar lebih memberikan perhatian
kepada orientasi outward looking sebagai balance terhadap
orientasi inward looking.
Cakrawala Edisi 426 Tahun 2015
61