opini
60
Masih Relevankah
SISTIM PERTAHANAN KEAMANAN
RAKYAT SEMESTA (SISHANKAMRATA)
Oleh: KolonelLaut (P) Lilik Abu Siswanto, S.H., M.Si. (Han)
Pada Era Peperangan Hibrida (Hybrid Warfare)
Oleh: Kolonel Laut (P) Lilik Abu Siswanto, S.H., M.Si. (Han)
Pascaperang dingin (cold war) antara kedua kutub
ideologis, pola hubungan internasional bergeser
kepada pragmatisme yang lebih realistis. Sengketa
sumber daya alam yang kian terbatas menjadi
pokok utama dalam konflik di kawasan. Arab Spring
Revolution adalah merupakan salah satu contoh
konflik berbasis kepentingan sumber daya alam di
kawasan kaya minyak, konflik ini multi dimensi.
Konflik di kawasan Asia Pasifik akhir-akhir ini
memunculkan pandangan baru, terutama mengenai
paradigma geopolitik dan geostrategi.
B
erbagai kejadian yang menonjol terjadi dalam satu
dekade terakhir ini, perang, konflik, perdamaian
dan sebagainya adalah merupakan fenomena dari
hubungan internasional saat ini dan di masa mendatang yang
akan mempengaruhi tata interaksi manusia secara signifikan.
Peristiwa-peristiwa itu adalah hasil dari interaksi antara negara
dan non-negara yang sangat rumit. Implikasi peristiwaperistiwa itu tentunya sangat luas dan dalam terhadap
berbagai dimensi kehidupan manusia. Sebagai aktor penting
dalam hubungan internasional. Negara dituntut untuk
merespon peristiwa-peristiwa tersebut dengan menggunakan
berbagai elemen dari kekuatan nasional mereka. Elemen
kekuatan militer (military power) akan tetap menjadi salah
satu instrumen utama negara dalam hubungan internasional.
Konflik di kawasan Asia Pasifik berkembang dengan
berbagai fenomena serta analisis yang lebih rumit, seperti
Arab Spring Revolution, perang Ukraina dan konflik Laut
China Selatan, Strategi Jalur Sutera China hingga Strategi
Poros Maritim Dunia oleh Presiden Indonesia. Kesemua
strategi ataupun konflik yang berkembang tanpa disadari
adalah merupakan bentuk mutasi genetis perang di abad
milenium ke-3 yang bernama “hybrid warfare”, hal tersebut
seperti yang dirilis oleh Military Balance the International
Institute for Strategic Studies (MB-IISS).
Sedangkan arti dari hybrid warfare itu sendiri adalah
“strategi militer yang memadukan antara perang konvensional,
perang tidak teratur dan cyber warfare. Selain itu, perang
hibrida digunakan untuk menggambarkan serangan senjata
nuklir, biologi dan kimia, alat peledak improvisasi serta
peperangan informasi dan komunikasi. Lebih lanjut apabila
kita mengacu pada pendapat dari para ahli yang mendalami
teori mengenai perang hibrida maka kita akan mendapatkan
penjelasan yang kurang lebih sama. Salah satunya adalah
Frank Hoffman dalam bukunya “Conflict in 21st Century:
The Rise of Hybrid Wars”, yang mendefinisikan perang
hibrida adalah setiap musuh yang menggunakan secara
bersama-sama dan mengkombinasikan senjata konvensional,
perang tidak teratur, terorisme serta cara kriminal dalam
pertempuran untuk mencapai suatu tujuan politis.
Apapun bentuk perangnya, yang harus selalu diingat
adalah bahwa yang menjadi musuh adalah manusia, karena
manusia selalu mempunyai kemampuan kreatif untuk tidak
dapat ditaklukkan. Akibatnya, walaupun secara militer
konvensional mudah ditaklukkan namun selalu saja musuh
tersebut siap untuk berperang walaupun tidak mengikuti
aturan yang telah ditetapkan secara internasional. Keunggulan
kon