Cakrawala Edisi 426 | Page 60

opini 60 Masih Relevankah SISTIM PERTAHANAN KEAMANAN RAKYAT SEMESTA (SISHANKAMRATA) Oleh: KolonelLaut (P) Lilik Abu Siswanto, S.H., M.Si. (Han) Pada Era Peperangan Hibrida (Hybrid Warfare) Oleh: Kolonel Laut (P) Lilik Abu Siswanto, S.H., M.Si. (Han) Pascaperang dingin (cold war) antara kedua kutub ideologis, pola hubungan internasional bergeser kepada pragmatisme yang lebih realistis. Sengketa sumber daya alam yang kian terbatas menjadi pokok utama dalam konflik di kawasan. Arab Spring Revolution adalah merupakan salah satu contoh konflik berbasis kepentingan sumber daya alam di kawasan kaya minyak, konflik ini multi dimensi. Konflik di kawasan Asia Pasifik akhir-akhir ini memunculkan pandangan baru, terutama mengenai paradigma geopolitik dan geostrategi. B erbagai kejadian yang menonjol terjadi dalam satu dekade terakhir ini, perang, konflik, perdamaian dan sebagainya adalah merupakan fenomena dari hubungan internasional saat ini dan di masa mendatang yang akan mempengaruhi tata interaksi manusia secara signifikan. Peristiwa-peristiwa itu adalah hasil dari interaksi antara negara dan non-negara yang sangat rumit. Implikasi peristiwaperistiwa itu tentunya sangat luas dan dalam terhadap berbagai dimensi kehidupan manusia. Sebagai aktor penting dalam hubungan internasional. Negara dituntut untuk merespon peristiwa-peristiwa tersebut dengan menggunakan berbagai elemen dari kekuatan nasional mereka. Elemen kekuatan militer (military power) akan tetap menjadi salah satu instrumen utama negara dalam hubungan internasional. Konflik di kawasan Asia Pasifik berkembang dengan berbagai fenomena serta analisis yang lebih rumit, seperti Arab Spring Revolution, perang Ukraina dan konflik Laut China Selatan, Strategi Jalur Sutera China hingga Strategi Poros Maritim Dunia oleh Presiden Indonesia. Kesemua strategi ataupun konflik yang berkembang tanpa disadari adalah merupakan bentuk mutasi genetis perang di abad milenium ke-3 yang bernama “hybrid warfare”, hal tersebut seperti yang dirilis oleh Military Balance the International Institute for Strategic Studies (MB-IISS). Sedangkan arti dari hybrid warfare itu sendiri adalah “strategi militer yang memadukan antara perang konvensional, perang tidak teratur dan cyber warfare. Selain itu, perang hibrida digunakan untuk menggambarkan serangan senjata nuklir, biologi dan kimia, alat peledak improvisasi serta peperangan informasi dan komunikasi. Lebih lanjut apabila kita mengacu pada pendapat dari para ahli yang mendalami teori mengenai perang hibrida maka kita akan mendapatkan penjelasan yang kurang lebih sama. Salah satunya adalah Frank Hoffman dalam bukunya “Conflict in 21st Century: The Rise of Hybrid Wars”, yang mendefinisikan perang hibrida adalah setiap musuh yang menggunakan secara bersama-sama dan mengkombinasikan senjata konvensional, perang tidak teratur, terorisme serta cara kriminal dalam pertempuran untuk mencapai suatu tujuan politis. Apapun bentuk perangnya, yang harus selalu diingat adalah bahwa yang menjadi musuh adalah manusia, karena manusia selalu mempunyai kemampuan kreatif untuk tidak dapat ditaklukkan. Akibatnya, walaupun secara militer konvensional mudah ditaklukkan namun selalu saja musuh tersebut siap untuk berperang walaupun tidak mengikuti aturan yang telah ditetapkan secara internasional. Keunggulan kon