P
osisi geografis nusantara pada persimpangan dua
samudra berikut berbagai potensinya telah menjadi
wilayah maritim yang dikenal di dunia. Berbagai
dokumen sejarah telah menyatakan sejak sekitar abad 5
hingga 19 pada beberapa titik di perairan Indonesia, telah
menjadi kuburan bagi banyak kapal yang tenggelam, baik
kapal dagang Tiongkok dari berbagai dinasti, kapal ekspedisi
penaklukan dari kerajaan Eropa hingga kedatangan VOC.
Kapal-kapal tenggelam tersebut berikut muatannya serta
bukti artefak yang ditemukan, selain dapat dimanfaatkan
sebagai sejarah peradaban umat manusia, juga berpotensi
menjadi harta karun bagi negara serta sebagai salah satu
sumber pendapatan negara bukan pajak (PNBP) yang
cukup bernilai.
Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan
Perikanan menyebutkan bahwa terdapat sekitar 493 titik
kapal karam berisi BMKT yang tersebar di seluruh perairan
Indonesia. Sedangkan UNESCO menyebutkan bahwa
terdapat lebih dari 3.000 titik kapal tenggelam yang berisi
BMKT di perairan Indonesia. Dari jumlah titik kapal karam
yang diduga mengandung BMKT yang begitu melimpah,
tentu akan mengundang berbagai persoalan baik terkait
pengawasan, pengamanan serta penindakan terhadap
kegiatan pengangkatan BMKT yang melanggar hukum.
Nilai Ekonomis BMKT
BMKT selain mempunyai nilai seni budaya adiluhung,
juga mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi. Sebagai
contoh, pada surat kabar Jakarta Post tertanggal 30 April
2010 pada halaman 2, dengan mengutip pernyataan
Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
Aji Sularso, menyebutkan bahwa Menteri Kelautan dan
Perikanan pada masa itu Fadel Muhammad pernah akan
melelang artefak dari BMKT yang tenggelam di perairan
Cirebon senilai 10.000.000 (sepuluh juta) Dollar AS.
Adapun rincian kasar dan artefak tersebut berupa 271.381
(dua ratus tujuh puluh satu ribu tiga ratus delapan puluh
satu) keping artefak berharga. Pengangkatan bekerja sama
dengan seorang kolektor asing dan sekaligus terduga
penjarah BMKT bernama Michaele Hetcher, yang diduga
sebelumnya telah melakukan pencurian serupa pada 2.306
(dua ribu tiga ratus enam) artefak BMKT dan menjualnya
ke pasar gelap dan investor asing.
Dengan data UNESCO yang menyebutkan bahwa
terdapat lebih dari 3.000 (tiga ribu) titik kapal tenggelam
yang berisi BMKT di perairan Indonesia, maka dasar laut
perairan Indonesia mengandung kekayaan begitu melimpah,
yang apabila dikelola dengan baik dan benar dapat
menjadi salah satu alternatif potensi PNBP (Pendapatan
Negara Bukan Pajak). Sayangnya realitas tersebut belum
digali dan dimanfaatkan dengan baik oleh negara, akibat
berbagai persoalan terkait pengawasan, pengamanan serta
penindakan terhadap kegiatan pengangkatan BMKT ilegal
belum dapat berjalan optimal.
Maraknya Kegiatan Ilegal BMKT
Beberapa kasus pengangkatan BMKT ilegal pernah
terjadi di Selat Gelasa Kepulauan Bangka Belitung pada
tahun 2000, di Perairan Cirebon pada tahun 2010, serta
pada akhir-akhir ini marak terjadi di perairan Karang
Heluputan dan Mapor, Pulau Bintan, Kepulauan Riau.
Dalam kasus terakhir yang terjadi di Kepulauan Riau,
TNI AL berhasil menemukan beberapa BMKT yang
tersimpan di gudang dan menangkap pelaku yang sedang
melaksanakan pengangkatan BMKT di laut. Pelaku yang
berhasil ditangkap, setelah diserahkan kepada penyidik yang
berwenang proses hukum tidak dapat dilakukan karena
ketiadaan PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil). Realitas
ini mengindikasikan lemahnya pengawasan di lapangan dan
penegakan hukum oleh negara sebagai implementasi dari
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya.
Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan
Benda Muatan Kapal Tenggelam (PANNAS BMKT)
sesuai Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2009,
dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1992 tentang Benda Cagar Budaya yang telah dicabut
oleh Undang-Undan