Cakrawala Edisi 419 | Page 32

TOPIK UTAMA 32 banyak UU dan Aturan dibuat, kritikan banyak dilontarkan. Namun belum mampu memberikan dorongan kuat untuk membangun kemaritiman. Di samping itu juga tidak adanya ketegasan, maupun keseriusan dan political will terhadap dunia kebaharian.” Hal ini jadi pemicu terjadinya kesenjangan pembangunan dan kesejahteraan sosial. Juga disintegrasi pertumbuhan ekonomi, karena besarnya disparitas harga. Ia mencontohkan, tingginya harga semen di Jayapura bila dibandingkan dengan daerah lainnya, seperti Jakarta dan sekitarnya. Hal menghambat pertumbuhan ekonomi di daerah tertentu. Cuplikan data yang ditulis Rokhmin Dahuri (Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan) di Harian Kompas pada 17 Januari 2014, Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan potensi SDA yang begitu besar, beragam di wilayah pesisir dan laut dengan nilai ekonomi +1,2 miliar $/tahun = Rp. 14,5 triliun/tahun yang mampu menciptakan lapangan kerja untuk 40 juta orang. Sebagai mantan Asisten Personel Kasal, ia memahami kemampuan dan kekurangan bangsanya di bidang kemaritiman. Menurutnya, kemakmuran negara bisa tercapai, bila sistem pendidikannya disesuaikan dengan kepentingan nasional, agar mampu mencetak generasi bangsa yang cerdas, bermental tangguh sehingga akan mampu melindungi negaranya. Rasa prihatin ini telah menggugah Laksda (Purn) Sugiono beserta teamwork-nya untuk membekali anak Indonesia, menjadi generasi penerus berwawasan maritim. Tentunya dimulai dari peserta didik YHT terlebih dulu. Mereka sadar, bahwa ini bukan tugas yang ringan bagi insan pengawak dunia pendidikan, namun mereka tetap bertekad akan menembus segala keterbatasan yang menjadi kendala. Keberhasilan penyelenggaraan sistem pendidikan tidak terlepas dari mutu para pendidik berikut materi pelajaran khususnya sebagai salah satu kriteria standarisasi mutu suatu lembaga pendidikan. YHT mengatasinya dengan memadukan antara realita dan ideal. Menurutnya: “Program yang Terukur dan Terstruktur sebagai pilihan tepat”. Untuk tujuannya itu, YHT tidak hanya menggandeng ahli kemaritiman, para stake holder, pakar pendidikan, pakar dari LIPI, namun juga bersinergi dengan narasumber dengan beragam keahlian khusus dari berbagai instansi. Termasuk melancarkan strategi tebar jaring komunikasi bersama pihak terkait di berbagai forum komunikasi. Strategi ini gencar dilakukan pihaknya dalam rangka pengumpulkan data terbaik dari para ahli guna membangun semacam bank ide. Dilatarbelakangi hasil Round Table Discutions tanggal 21 Agustus 2013 yang dihadiri juga oleh mantan Kasal, Laksamana (Purn) Bernard Kend Sondakh. Pertemuan para ahli ini berhasil merumuskan pemikiran: “Bagaimana Indonesia menjadi besar, karena maritimnya yang besar?” Rumusan pemikiran dan ide para ahli ini, dikumpulkan dan di buat buku semacam blueprint YHT yang telah ditandatangani pada 17 Desember 2013 berjudul ”Kurikulum Pendidikan Longitudinal Kemaritiman”. Buku ini menjadi buku induk bagi Satdik YHT. Buku tersebut juga mendapat sambutan luar biasa dari pejabat dari Kemendikbud yang hadir pada pertemuan berikutnya pada 19 Februari 2014. Bahkan konon kabarnya akan dijadikan program Diknas yang pertama kali di Indonesia. Staf Ahli Ketua YHT Pusat, Laksamana Pertama (Purn) Iwan Kustiawan, salah satu pakar IT yang mantan Kadisinfolahtal turut menambahkan: ”Pembelajaran bagi peserta didik Hang Tuah menggunakan metode klasik dan modern. Begitu pula penggunaan alins dan alongins disesuaikan dengan tingkat pendidikannya, berdasarkan kurikulum tahun 2013 ini. Di dalam kurikulum ini juga merumuskan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang menjadi fokus untuk mencapai target pelaksanaan pembelajaran kemaritiman sesuai visi YHT. Termasuk kemampuan meningkatkan afektif/mengarah pada materi yang bernilai sosial dan religi terhadap siswa didik melalui materi yang dikaitkan dengan laut, misalnya: Bagaimana laut itu bermanfaat bagi manusia atau bagaimana kecintaan terhadap laut menjadikan manusia lebih bertaqwa kepada Tuhan. Begitu pun dengan kognitif/materi yang mengasah kemampuan siswa didik melalui praktek, misalnya berlayar melalui bekerja sama dengan Dispotmar.” Itu sebabnya Ketua Umum YHT Pusat berpendapat: “Kita harus sungguh-sungguh menyiapkan anak Indonesia menjadi generasi masa depan bervisi maritim. Kelak bila mereka tumbuh menjadi teknokrat, politikus atau dengan profesi apapun, tidak harus menjadi TNI AL atau Pelaut, namun dalam mindset mereka telah terpatri kuat kesadaran dan pemahaman tentang jati dirinya sebagai bangsa bahari. Dengan karakter dan mindset itu, mereka akan memperkuat seluruh unsur pertahanan keamanan negara menuju World Class Navy, di mana laut menjadi ujung tombaknya. Berkaitan erat dengan posisi strategis NKRI di jalur lalu lintas laut