Era Digital
Bagaimana dengan era digital? Revolusi era informasi melalui dominasi digital
cukup mengubah banyak skema yang terjadi pada masa sebelumnya. Banyak yang
bisa ditinjau mengenai perubahan-perubahan dan dampak-dampak apa yang
ditimbulkan era digital. Penulis telah memaparkan beberapa di antaranya dalam [5].
Salah satu ciri spesifik dari dunia digital adalah runtuhnya otoritas sebagai akibat dari
desentralisasi penguasaan informasi untuk kembali kepada setiap individu. Dengan
berkembangnya internet yang terbuka bersama turunan-turunannya, seperti blog dan
sosial media, otoritas produksi informasi jatuh hingga ke tangan individu. Siapapun
bisa membuat dan mendistribusikan informasi. Keterbukaan internet melebarkan
ruang seluas-luasnya bagi setiap manusia, selama ia cukup paham cara
menggunakannya, untuk memilih secara spesifik apa yang ingin ia ketahui dan apa
yang ingin ia sampaikan. Dalam era digital, siapapun adalah produsen, distributor,
sekaligus konsumen informasi. Institusi media akan semakin kehilangan otoritasnya
dalam menguasai informasi dan masyarakat memiliki lebih banyak kebebasan untuk
merespon informasi.
Keadaan ini terkesan bagus, tapi apakah demikian? Kita akan ulas satu-satu.
Pertama, jika otoritas kepenulisan jatuh ke tangan individu, justru makna suatu karya
kepenulisan akan semakin terkikis. Otoritas kepenulisan ada bukan tanpa sebab.
Ketika terjadi suatu gempa dan kita ingin mengetahui detailnya, tentu yang lebih
memiliki hak untuk menyampaikan informasi itu adalah peneliti BMKG atau
Geofisikawan. Ketika kita ingin mengetahui detail informasi terkait vaksin, tentu
yang memiliki hak untuk menyampaikan informasi itu adalah para ahli di bidang
farmasi, biologi, maupun kimia. Otoritas ada untuk menjamin keabsahan suatu
informasi. Jaminan ini bisa datang dari pengalaman, status, karya, maupun predikat
yang dimiliki seseorang atau bisa juga datang dari akuntabilitas penjelasan,
metodologi, maupun referensi yang diberikan oleh seseorang tersebut. Tentu akan
meragukan bila seorang agamawan berbicara mengenai fisika kuantum tanpa
memberikan sedikitpun penjelasan ataupun referensi yang sesuai dan dapat
dipertanggungjawabkan, atau juga lebih meragukan lagi bila suatu artikel mengenai
teori evolusi menyebar begitu saja tanpa ada kejelasan identitas penulisnya. Ini yang
sering terjadi saat ini dimana berbagai tulisan menyebar melalui Whatsapp, Telegram,
atau Facebook dengan anonimitas penulis dan sumber.
Jatuhnya otoritas ini juga memang memicu banyaknya anonimitas yang sukar
dipertanggungjawabkan. Setiap orang bisa menciptakan identitas palsu atau
bersembunyi dibalik ‘kerumunan’ 10 untuk menyebarkan informasi apapun.
Kerumunan yang penulis maksud di sini berada dalam konteks suatu post tertentu dengan komentar
yang begitu banyak. Beberapa post di Internet, baik di Instagram, Youtube, Facebook, Tweeter, maupun
media-media lainnya terkadang memiliki komentar ribuan hingga menciptakan crowd yang bisa
10
45