Booklet PHX #26: Post-Literacy | Page 45

sesungguhnya selalu menghantui setiap informasi yang disampaikan, hanya saja begitu halus, tersembunyi, dan tidak terdeteksi, terlindungi oleh jubah kepercayaan publik terhadap obyektivitas era modern 8 . Selain itu, hal yang perlu ditinjauh lebih jauh dalam komparasi kelisanan dan keberaksaraan 9 adalah bagaimana konsumen alias penerima informasi merespon terhadap informasi yang diterima. Aktualisasi informasi yang terbentuk pada tradisi lisan membuat setiap orang bisa dengan mudah memberi respon langsung dan kontan di tempat terhadap pemberi informasi. Ini menghasilkan spontanitas dan ‘keberlangsungan’ dunia lisan yang mana segalanya serba menyatu, tidak berjarak dan berpisah. Ini sangat berbeda dengan dunia literasi dimana teks sudah menjadi obyek mati yang terisolasi dan tersendiri. Kita bisa membawa teks apapun kemana- mana, membacanya kapa npun dimanapun berapakalipun, sehingga kita cenderung menciptakan dialog satu tertutup bersama teks secara personal. Ketika kita membaca suatu buku, kita seakan-akan tengah berdialog dengan buku tersebut, namun tidak bisa dalam respon yang kontan dan spontan karena teks sudah terpisah dari penulisnya dan yang ada hanyalah benda mati yang merepresentasikan teks itu. Ketika kita tidak suka dengan suatu tulisan dalam suatu buku, kita tidak bisa langsung protes atau memarahi penulisnya saat itu juga. Ada keterpisahan emosional antara pembaca, teks, dengan penulis. Selain itu, pembaca pun menjadi bersifat pasif terhadap informasi. Pembaca hanya penerima informasi, titik. Jelas kontras dengan dunia lisan, dimana seorang pembaca bisa merespon suatu informasi secara langsung. Dalam konteks jurnalisme, keadaan di atas membuat konsumen dari suatu karya jurnalistik cenderung pasif ketika menerima informasi, karena memang dunia literasi tidak memungkinkan adanya respon langsung terhadap apa yang diterima. Hal ini terlihat jelas dalam bentuk yang lebih kontinu seperti televisi. Ketika seseorang atau suatu keluarga menyalakan televisi, maka apapun yang keluar dari televisi itu akan secara pasif diterima begitu saja oleh orang atau keluarga tersebut, secara kontinu dan hanya akan berhenti jika televisinya dimatikan. Khusus dalam hal televisi ini, dan juga radio, hal tersebut disebabkan kontinuitas suara yang tidak memiliki arah spesifik, sifat yang tidak dimiliki visual. Sebagai contoh, kita hanya akan melihat suatu obyek apabila mata kita terarah kesana secara terfokus (bukan sambil melamun), berbeda dengan kita akan mendengar suara apapun yang ada di sekitar kita tanpa telinga perlu difokuskan ke sumber suara. Pasivitas dalam menerima informasi ini jelas membuat masyarakat semakin tidak punya kebebasan untuk merespon suatu informasi.                                                              Tentu juga ditambah oleh faktor dari sisi keterbatasan sumber informasi seabagaimana dijelaskan sebelumnya 9 Sinonim dengan literasi 8 44