sesungguhnya selalu menghantui setiap informasi yang disampaikan, hanya saja
begitu halus, tersembunyi, dan tidak terdeteksi, terlindungi oleh jubah kepercayaan
publik terhadap obyektivitas era modern 8 .
Selain itu, hal yang perlu ditinjauh lebih jauh dalam komparasi kelisanan dan
keberaksaraan 9 adalah bagaimana konsumen alias penerima informasi merespon
terhadap informasi yang diterima. Aktualisasi informasi yang terbentuk pada tradisi
lisan membuat setiap orang bisa dengan mudah memberi respon langsung dan
kontan di tempat terhadap pemberi informasi. Ini menghasilkan spontanitas dan
‘keberlangsungan’ dunia lisan yang mana segalanya serba menyatu, tidak berjarak
dan berpisah. Ini sangat berbeda dengan dunia literasi dimana teks sudah menjadi
obyek mati yang terisolasi dan tersendiri. Kita bisa membawa teks apapun kemana-
mana, membacanya kapa npun dimanapun berapakalipun, sehingga kita cenderung
menciptakan dialog satu tertutup bersama teks secara personal. Ketika kita membaca
suatu buku, kita seakan-akan tengah berdialog dengan buku tersebut, namun tidak
bisa dalam respon yang kontan dan spontan karena teks sudah terpisah dari
penulisnya dan yang ada hanyalah benda mati yang merepresentasikan teks itu.
Ketika kita tidak suka dengan suatu tulisan dalam suatu buku, kita tidak bisa
langsung protes atau memarahi penulisnya saat itu juga. Ada keterpisahan emosional
antara pembaca, teks, dengan penulis. Selain itu, pembaca pun menjadi bersifat pasif
terhadap informasi. Pembaca hanya penerima informasi, titik. Jelas kontras dengan
dunia lisan, dimana seorang pembaca bisa merespon suatu informasi secara langsung.
Dalam konteks jurnalisme, keadaan di atas membuat konsumen dari suatu karya
jurnalistik cenderung pasif ketika menerima informasi, karena memang dunia literasi
tidak memungkinkan adanya respon langsung terhadap apa yang diterima. Hal ini
terlihat jelas dalam bentuk yang lebih kontinu seperti televisi. Ketika seseorang atau
suatu keluarga menyalakan televisi, maka apapun yang keluar dari televisi itu akan
secara pasif diterima begitu saja oleh orang atau keluarga tersebut, secara kontinu dan
hanya akan berhenti jika televisinya dimatikan. Khusus dalam hal televisi ini, dan
juga radio, hal tersebut disebabkan kontinuitas suara yang tidak memiliki arah
spesifik, sifat yang tidak dimiliki visual. Sebagai contoh, kita hanya akan melihat
suatu obyek apabila mata kita terarah kesana secara terfokus (bukan sambil
melamun), berbeda dengan kita akan mendengar suara apapun yang ada di sekitar
kita tanpa telinga perlu difokuskan ke sumber suara. Pasivitas dalam menerima
informasi ini jelas membuat masyarakat semakin tidak punya kebebasan untuk
merespon suatu informasi.
Tentu juga ditambah oleh faktor dari sisi keterbatasan sumber informasi seabagaimana dijelaskan
sebelumnya
9 Sinonim dengan literasi
8
44