Booklet PHX #26: Post-Literacy | Page 44

netralitas, keadilan, dan akuntabilitas publik, informasi tetap bisa dimanipulasi sedemikian rupa sehingga prinsip-prinsip itu tetap bisa dijaga dalam bentuk luarnya. Konsumsi Sebelum masuk ke pembahasan era digital, akan dipaparkan sedikit mengenai jurnalisme dalam perspektif manusia sebagai konsumen. Bagaimana manusia mempersepsikan dan menerima informasi pada dasarnya mengalami bentuk cukup rumit, terutama ketika dikomparasi dengan masa pra-literasi. Walter J. Ong (1912- 2003) membahas secara rinci hal ini dalam [7], namun penulis akan mengulas sebagian saja. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, pada era sebelum mesin cetak, informasi masih dominan disebarkan oleh lisan karena reproduksi tulisan merupakan pekerjaan yang sama sekali tidak efektif. Tulisan hanya digunakan sebagai catatan pemikiran, surat resmi, ataupun pesan, sehingga masyarakat sebelum mesin cetak ditemukan masih cenderung bertradisi lisan 7 . Kelisanan memiliki banyak karakteristik, salah satunya adalah menyatunya antara yang mengetahui dan yang diketahui. Hal ini membuat informasi tidak bisa dilepaskan dari yang menyampaikan. Apalagi, penyatuan ini tidak hanya antar subyek dan informasi, namun juga berbagai komponen ambient lainnya yang mengikuti saat informasi disampaikan, seperti suhu udara, cuaca, suasana, kondisi emosional, dan hubungan antara penerima dan penyampai. Akibatnya apa? Individu akan dengan mudah mencerna dan mengolah informasi yang diterima karena tidak banyak unsur yang tersembunyi. Hal ini berbeda ketika pada dunia literasi, dimana antara penulis dan yang ditulis terpisah dan berjarak. Ketika suatu tulisan telah mencapai pembaca, maka yang ada hanyalah pembaca yang tengah berdialog dengan tulisan tersebut dan penulis hanyalah unsur yang berada di belakang. Itulah mengapa obyektivitas tulisan atau ide hanya dimungkinkan oleh literasi, karena subyektivitas sangat kental dalam tradisi lisan. Sayangnya, kerangka obyektivitas yang dibentuk oleh teks aksara bersifat semu, karena pada dasarnya subyektivitas tidak pernah mutlak hilang. Penulis akan terus bersama dengan tulisan, meskipun secara tersembunyi. Unsur-unsur yang mengabur dalam dunia literasi ini yang kemudian membuat media analisis menjadi subyek ilmu sendiri yang cukup rumit dan spesifik, karena di balik setiap obyektivitas ataupun netralitas yang digembor-gemborkan para jurnalis etis, selalu ada unsur subyektivitas dari penulis besar (pemilik institusi media / faktor produksi informasi) yang                                                              Menurut Ong, masa ini perlu ditinjau ulang karena sekali manusia mengetahui aksara, struktur pikirannya akan berubah sedemikian rupa dan tidak akan bisa kembali. Tulisan mungkin belum dipakai secara dominan, namun itu sudah cukup untuk mengubah cara berpikir. Pada tulisan ini, diasumsikan bahwa sebelum mesin cetak ditemukan, interaksi antara masyarakat dengan aksara masih belum signifikan untuk mengubah total cara berpikir. 7 43