penerbit. Jika penulis boleh menambahkan, mungkin isitilah yang pantas adalah pure anarchy 32. Mengenai istilah ini, Fowler memberikan ciri yang lain lagi namun dengan istilah yang lebih positif: dikatakan bahwa hiperteks bersifat“ antihierarkis dan demokratis.”
Terkait itu, hiperteks sesungguhnya justru jadi lebih bersifat chaotic. Kita sekarang seakan berada dalam satu masyarakat global besar, dimana kita bisa berinteraksi secara bebas. Ini bisa diibaratkan seperti masyarakat lisan dahulu 33, hanya lebih masif dan tak terbatas geografis. Bedanya lagi, masyarakat kelisanan primer dulu memiliki mekanisme kontrol dalam kelompoknya yang ditandai dengan adat istiadat, tata krama, dan sistem norma yang menjaga interaksi di antara mereka. Munculnya sistem norma tersebut dimungkinkan karena masyarakat kelisanan primer masih terbilang cukup kecil dan belum kompleks. Sistem norma ini menjaga ikatan dan keteraturan dalam kelompok, meskipun mungkin pada beberapa kasus, telah terdapat adanya otoritas hirarkis yang menaungi. Intinya, ada semacam otoritas yang mengontrol interaksi masyarakat. Dalam kondisi ketika otoritas itu nyaris tidak ada karena sifat antihierarkis hiperteks, reaksi yang dihasilkan kelisanan sekunder dalam era hiperteks tidak akan terkontrol, sehingga cenderung bersifat disruptif ketimbang demoktratis. Hal ini ditambah dengan mental virtual 34 yang membuat orang merasa‘ aman’ dengan adanya keberjarakan akan dirinya dengan masyarakat lain. Orang akan lebih berani mengungkapkan egonya di dunia maya dengan adanya mental virutal ini, yang jelas-jelas tidak akan berani dilakukan secara langsung. Ambil lah satu sesi komentar dalam suatu video di Youtube atau suatu status di Facebook, meskipun tertulis, mereka seakan tengah berinteraksi secara lisan dengan ekspresi yang lebih berani, meskipun tidak total.
Efek disruptif 35 ini sesungguhnya bisa menjadi sangat negatif bila diamati lebih seksama. Muncul kembalinya aspek-aspek kelisanan melahirkan kembali juga sifat tribalitas. Interkoneksi global yang terjadi membuat interaksi antar kelompok dengan berbagai label semakin jelas dan lepas, sehingga orang memiliki label suatu kelompok tidak akan merasa sebagai“ aku” di dunia maya, tapi merasa sebagai“ kelompok A”,
32 Ketiadaan otoritas hirarkis kepenulisan dalam era hiperteks mengembalikan semua otoritas secara
radikal ke wilayah individu. Tidak ada aturan, tidak ada strata, yang ada hanya hak setiap individu untuk mengeluarkan ekspersinya dengan media yang telah tersedia. Ini merupakan representasi modern dari anarki.
33 dimana orang bisa berinteraksi secara langsung satu sama lain secara bebas
34 Lebih lanjut baca“ Dalam Penjara Teknologi”, dalam [ 12 ]
35 Disruptif sesungguhnya berarti menganggu atau mengacau. Istilah ini awalnya dipakai untuk
produk inovasi yang cenderung bersifat mengacau pasar karena bisa secara total menggantikan komoditas serupa yang ada sebelumnya. Akan tetapi kemudian terjadi pergeseran penggunaan istilah karena kemudian disruptif digunakan untuk merujuk suatu era dimana inovasi baru bermunculan begitu cepat dan tidak diiringi kesiapan pasar atau system untuk menanggapinya sehingga seringkali mengacaukan keteraturan yang telah ada. Disruptif pun diperluas menjadi era dimana perubahan dan arus informasi terjadi begitu cepat sehingga seperti terjadi‘ badai informasi’.
29