semakin canggih 28. Menonton TV pun bersifat reflektif dan personal ketimbang komunal, karena pengalaman menonton TV akan beda untuk setiap orang. Argumen Ong kedua, yakni bahwa TV mendukung spontanitas. Mungkin memang pada awal terciptanya TV, siaran ulang belum ada atau masih jarang terjadi, sehingga spontanitas informasi, sifat khas kelisanan, bisa muncul di situ. Akan tetapi, argumen ini pun sama patahnya ketika TV berkembang semakin canggih. Belum lagi revolusi teknologi telah membuat hiperteks tidak hanya berupa radio dan TV, namun semua multimedia yang bisa didapatkan dengan internet, yang tentu akan lebih kompleks lagi.
Menariknya, fenomena TV dan media visual, memunculkan dampak tersendiri, tapi bukan sebagai kelisanan sekunder, tapi sebagai pemberi informasi dimana penerima bersifat pasif. Ketika Donald Trump terpilih sekitar 2 tahun yang lalu, berbagai artikel dan komentar muncul di dunia maya yang mengatakan bahwa Trump adalah the first post-literate president. Mengapa? Sebagaimana dijelaskan dalam majalah New Republic 29, Trump sesungguhnya produk dari the age of television. Televisi, pada dasarnya membingkai realita, sehingga orang yang secara pasif hanya menonton TV, cakrawala mentalnya hanya terbatas pada layar itu. Trump adalah apa yang sering dilihat di TV, maka itulah realita yang orang-orang ketahui. Pembahasan lebih detail mengenai ini akan menyentuh media studies( lagi), jadi kita hentikan. Yang perlu dilihat kemudian adalah betapa kuatnya pengaruh TV dalam memberi efek samping pasifitas sehingga mengakibatkan terbingkainya paradigma orang.
Ketika orang memutuskan untuk menonton TV, maka ia akan duduk dan secara pasrah menerima apa yang terlihat di layar. Pilhan yang ia miliki hanya pada saluran yang ia tonton. Hal ini menarik, karena seperti apa yang djelaskan sebelumnya, TV masih bagian dari literasi, karena kita sesungguhnya( dan seharusnya) secara aktif menguasai medium informasi tersebut. Ketika kita membaca buku, kita tidak secara pasif begitu saja menerima apa yang diberikan oleh buku, tapi kita secara aktif berdialog dengan buku tersebut, melalui proses reflektif, imajinatif, dan interpretatif terhadap isi dari buku. Dalam pertelevisian, kita seakan memiliki pilihan, tapi sesungguhnya kita dibuat pasif.
Dalam interpretasi teknologi Don Ihde, bisa dikatakan TV telah menjadi‘ latar belakang’ 30, dimana TV telah menjadi bagian dari‘ dunia’ di sekitar kita. Dalam acara keluarga misalkan, ketika kita pun hanya mengobrol, terkadang TV tetap dinyalakan
28 Beberapa Smart-TV bahkan telah mampu merekam, memberi jeda( pause), dan mempercepat
tayangan.
29 Lih. [ 14 ]
30 Don Ihde membagi teknologi ke dalam 4 moda terkait relasinya dengan manusia dan dunia, yakni
embodiment, hermeneutic, alterity, dan background. Moda terakhir ini yang kemudian dirujuk sebagai relasi yang tercipta dari TV, yakni TV telah menyatu bersama dunia dan seakan menjadi latar belakang kehidupan manusia selayaknya dunia kehidupan. Lebih lanjut lihat [ 10 ]
27