semua sifat yang dimilikinya yang membedakannya dengan teks visual, lahir kembali sebagai medium informasi saat radio ditemukan. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa ini bukan berarti kelisanan juga terlahir kembali. Tidak sama sekali, kelisanan primer( kelisanan asli pada masa pra-literasi) telah punah sepunah-punahnya ketika alfabet tercipta 24. Orang yang menyiarkan radio tentunya berbasis pada teks, meskipun tidak secara literal, namun seminimal-minimalnya secara abstrak. Hampir mustahil pada masa ketika orang hidup bersama aksara, memberikan pidato tanpa berdasar pada teks yang paling tidak secara abstrak terbayang di pikirannya. Ini yang membuat Ong mengatakan bahwa literasi itu sesungguhnya seperti penjara, sekali dimasuki tidak dapat keluar darinya. Sekali orang mengenal aksara, ia tidak akan pernah bisa mengucapkan sesuatu tanpa membayangkan aksaranya. Jika tidak percaya, cobalah!
Orang bertradisi lisan, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, berkomunikasi secara utuh. Ia menjadi pusat kosmos. Ia tidak hanya mengeluarkan informasi yang ada dalam pikirannya ke dalam bentuk suara, namun ia benar-benar menyampaikan seluruh pengalamannya 25 ke dalam seluruh tubuh fisiknya, tidak hanya suara. Hal ini yang kemudian dikenal sebagai verbomotorik 26. Informasi tersampaikan secara utuh melalui pandangannya, ekspresi mukanya, gestur tangannya, caranya berdiri, posisinya di kelompok, bahkan hingga hubungan sang pemberi informasi dengan yang menerima. Semua aspek itu, tidak tersampaikan oleh penyiar radio. Yang ada hanyalah suaranya saja, yang sudah terlepas dari pemberi suara. Orang yang mendengarkan radio tidak akan peduli pada siapa yang menyiarkan ataupun bagaimana ia menyiarkan, yang terpenting adalah informasi yang disampaikannya. Ini masih sangat khas literasi, bahwa yang mengetahui terpisah dari yang diketahui.
Revolusi teknologi tentu tidak berhenti pada transmisi audio via radio. Gambar visual pun kemudian menjadi aspek dari informasi yang di transmisikan dalam apa yang telah kita ketahui sebagai Televisi( TV). Bagaimana dengan TV? Ia mungkin bisa menambahkan beberapa aspek dalam komunikasi, seperti visual sang pembicara, yang menyangkut ekspresi wajah ataupun gestur, namun pemotongan visual ini tetap tidak mengembalikan lisan ke dalam bentuk yang seutuhnya. Kelisanan adalah tradisi yang rapuh. Sekali orang mengenal aksara, ia tak mungkin kembali ke tradisi lisan. Akan tetapi, kedekatan aspek yang dimunculkan TV dengan tradisi lisan membuat Ong kemudian menamakan ini sebagai kelisanan sekunder. Ia mirip seperti kelisanan, namun tidak sepenuhnya kelisanan. Ong mengatakan perbedaan jelas dari kelisanan primer dan sekunder adalah bahwa yang sekunder merupakan hasil dari kesengajaan, sedangkan yang primer hanya karena memang tidak ada alternatif lain.
24 kecuali beberapa masyarakat yang saat itu masih belum tersentuh aksara sedikit pun
25 Pikiran abstrak belum ada pada masyarakat literasi, sehingga pikiran adalah segala bentuk pengalaman
26 Berbasis verbal dan gerakan( motor)
25