Booklet PHX #26: Post-Literacy | Page 24

suara lebih abstrak sehingga secara psikologis mempengaruhi cara berpikir mereka. Hal ini menjelaskan mengapa kemudian filsafat, serta semua turunannya, dalam bentuk klasiknya muncul pertama kali di Yunani, bukan di Cina atau Mesoamerika.
Pada titik inilah kita bisa mengatakan literasi cerai sepenuhnya dari lisan dan menjadi diri sendiri. Memang sayang kemudian, dinamika peradaban dunia kala itu masih penuh dengan perang dan penjajahan wilayah sehingga bangkitnya literasi dari Yunani ini tidak bisa berkembang dengan maksimal. Keterbatasan yang dimunculkan oleh otoritas penguasa membuat literasi sempat dormant hingga Renaissance, yang kemudian terlahir kembali bersama modernisme 19, 20. Karena ciri khas pola pikir literasi adalah keberjarakan dan keterlepasan, itu juga yang kemudian menjadi ciri khas modernisme ketika pertama kali diinisiasi oleh Rene Descartes( 1596-1650). Dikotomi subyek-obyek semakin nyata dan jelas, diri semakin lepas terisolasi dari dunia, dan pencarian akan obyektifikasi total segala sesuatu. Dari sini, individualitas pun tumbuh subur diikuti dengan pengagungan besar-besaran terhadap rasionalitas dan ilmu pengetahuan. Literasi kemudian mencapai puncak kejayaannya ketika penemuan mesin cetak oleh Johanes Gutenberg( 1398-1468). Pikiran manusia semakin bisa dengan mudah direproduksi dan diabadikan, menumbuh suburkan dialektika pemikiran yang tak terbatas ruang dan waktu dan semakin membuat teks lebih otoritatif ketimbang pembuatnya.
Dapat dilihat dari narasi perjalanan literasi tersebut bahwa pada dasarnya modernisme( dalam konteks filsafat dan pemikiran) sesungguhnya berlandaskan pada literasi yang juga lahir kembali ketika teks tidak lagi dikuasai otoritas tertentu. Jika kita lihat bagaimana restriksi yang dimunculkan oleh penguasa menjadi salah satu sebab lambatnya perkembangan aksara ketika muncul pertama kali di Mesopotamia, maka bukanlah hal yang mengherankan kemudian ketika literasi pun terhambat perkembangannya juga disebabkan oleh restriksi penguasa. Meskipun pada saat itu( zaman kegelapan barat), literasi tumbuh subur di belahan lain dunia 21, efeknya terkalahkan oleh dominasi barat yang muncul kemudian. Selain itu, reproduksi teks pada masa itu sangatlah sulit mengingat mesin cetak belum ditemukan, sehingga satu-satunya cara teks bereproduksi adalah penulisan ulang secara telaten. Terlepas dari hal itu, menarik untuk dilihat kemudian bahwa
19 Paling tidak berdasarkan Barat, karena sesungguhnya literasi berkembang cukup pesat di belahan
lain dunia ketika Barat mengalami kegelapan
20 Perlu dibedakan dengan jelas istilah modernitas, modern, dan modernisme. Merujuk dari [ 1 ],
modernitas bisa dimaknai sebagai kondisi, keadaan, situasi umum, realitas, atau dunia kehidupan( lebenswelt) yang mencerminkan kebaruan dan kemajuan, modern bisa dimaknai sebagai era, waktu, periode, zaman, semangat zaman( zeitgeist) yang berusaha melakukan rekonstruksi besar-besaran terhadap pemikiran klasik, sedangkan modernisme bisa dimaknai sebagai gerakan( movement), gaya( style), ideologi, kecenderungan, metode, cara hidup, keyakinan yang mencerminkan modernitas itu sendiri, yang terlihat dalam bentuk internasionalisme, konstruksionisme, dan semacamnya.
21 Beberapa karya intelektual islam dan Cina justru muncul ketika Eropa mengalami‘ zaman kegelapan’
23