kita mendengar, seluruh suara yang ada di sekeliling kita saat itu akan masuk semua
ke dalam telinga, sedangkan tidak untuk mata. Hal ini membuat suara begitu utuh
dan menyeluruh, begitu kontekstual. Selain itu, suara juga memiliki interioritas 10
yang membuatnya melebur bersama pengalaman sang pemilik suara, sehingga
seakan seluruh kosmos adalah peristiwa yang berlangsung dimana manusia adalah
pusatnya sekaligus bagian darinya. Ini berbeda dengan budaya literasi dimana
informasi hadir dalam teks yang mewujud secara materiil dan terpisah, sehingga
informasi itu tercerabut dari seluruh jagad kontekstualnya dan akhirnya dunia
hanyalah obyek yang ada di depan mata. Semua itu berefek pada daya pikir
masyarakat literasi yang cenderung memilah, memisah, memecah, menganalisis,
membedakan, dan mengelompokkan yang merupakan syarat perlu sebuah pikiran
kritis, obyektif, dan abstrak. Tradisi lisan bersifat lebih kontekstual, konkret,
subyektif, menyatu bersama kehidupan dan keseharian, serta bertendensi pada
kelompok ketimbang individu. Selain itu, tradisi lisan lebih reaktif karena sangat
terkait dengan kejadian langsung, tanpa ada jeda atau medium apapun. Di sisi lain,
budaya 11 literasi lebih berjarak, sehingga informasi yang masuk akan melalui wilayah
refleksi dan interpretasi kritis terlebih dahulu sebelum menghasilkan reaksi. Kita
tidak mungkin tiba-tiba memarahi penulis ketika tengah membaca buku yang
ditulisnya.
Efek ini mungkin terkesan sederhana, namun ia sangat mendasar dan kontras
sehingga sesungguhnya literasi mengubah radikal pikiran manusia. Salah satu
penelitian dari Alexander Luria pada 1931 terhadap beberapa subyek buta huruf 12 ,
sebagaimana dikutip oleh Ong sendiri, menunjukkan hal ini secara jelas. Ketika Luria
mencoba menunjukkan beragam bentuk geometris, subyek tersebut lebih
mengidentifikasinya dengan hal-hal yang terkait dengan kehidupannya secara
konkrit, seperti lingkaran akan disebut sebagai piring, saringan, ember, atau
rembulan. Selain itu, ketika diberi pertanyaan “Di Utara Jauh 13 yang bersalju, semua
beruang berwarna putih. Novaya Zembla berada di Utara Jauh dan di sana selalu
bersalju. Apa warna beruangnya?”, maka jawabannya adalah “Saya tidak tahu, saya
pernahnya melihat beruang warna hitam, tidak pernah selain itu. Tiap daerah punya
jenis binatang sendiri”. Atau, ketika Luria meminta definisi dari pohon, ia justru
mendapat perlawanan berupa tanggapan “mengapa saya harus melakukannya?
Semua orang tahu apa pohon itu, mereka tidak perlu saya beri tahu.” Selain itu, Luria
Bersifat menyatu bersama unsur intrinsik dari sumber suara, bahkan unsur-unsur dalamnya
(interior).
11 Perbedaan penggunaan pra-nomina antara literasi dan lisan, dimana literasi disebut ‘budaya’ dan
‘lisan’ lebih disebut tradisi, disebabkan kelisanan memang lebih berupa kebiasaan keseharian yang
sangat menyangkut pengalaman bersama, sedangkan literasi lebih berbentuk hasil materiil, seperti
karya, produk, dan cara berpikir.
12 mewakli masyarakat bertradisi lisan
13 Translasi langsung dari Far North yang merujuk ke daerah dalam lingkaran artik.
10
21