dengan psikologi manusia tersebut. Informasi kemudian disajikan ulang dengan cara berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan. Tiga utilitas utama ini, penyimpanan, pengloahan, dan penyajian ulang informasi, menjadikan teknologi digital dapat masuk hingga ke celah-celah kecil kehidupan manusia. Informasi sudah terolah sedemikian rupa sehingga apa lagi yang perlu dilakukan manusia selain menggunakannya?
Aplikasi-aplikasi gadget bermunculan dalam perlombaan untuk menyajikan informasi terolah paling dibutuhkan manusia, informasi apapun itu. Dari informasi kontrakan, tempat wisata, tas model terbaru, film yang akan tayang, hingga tempat pijat terdekat semua tersajikan sedemikian rupa. Pengalaman kita terangkum sedemikian rupa dalam bit-bit digital yang kemudian bisa membuat google maps memberi tahu kapan kita harus pulang kerja dan kapan tidak, membuat tokopedia tahu komoditas apa yang akan membuat kita tergiur untuk mengonsumsinya, membuat facebook tahu apa saja yang senang kita bagikan atau lihat dalam linimasa. Dalam beberapa kasus, semua pengembangan aplikasi digital memang memberi manfaat yang cukup dan sesuai dengan porsi dan tujuan pembuatannya, namun ketika masuk ke wilayah publik, apapun bisa digunakan secara berlebihan, menciptakan efek yang sukar dikontrol 9. Google sendiri, perusahaan yang leading dalam teknologi digital, memiliki lebih dari 30 aplikasi android dengan kegunaan berbeda-beda, mulai dari google keep yang membantu manajemen agenda, hingga google arts and culture yang merangkum informasi tentang seni dan budaya di seluruh dunia.
Ketika teks sudah hadir apa adanya, menyesuaikan dengan pembaca, maka apa yang tersisa dalam proses membaca hanyalah‘ membaca’ itu sendiri, hanyalah penyerapan informasi begitu saja tanpa ada proses apapun yang menyertainya, tanpa ada penjarakan kritis, refleksi internal, komparasi holistik, hingga analisis mendalam terhadap teks itu sendiri. Membaca apapun, pada masa pra-digital, baik membaca peta, membaca buku harian, ataupun membaca petunjuk penggunaan perangkat, membutuhkan proses pembacaan analitis terhadap teks, karena informasi yang tercantum dalam teks bukanlah informasi yang sudah masak, namun butuh pengolahan lebih lanjut. Terlebih lagi, karena pragmatisme yang berkembang dari hal tersebut, masyarakat terbiasa dengan informasi-informasi singkat ketimbang menyeleruh dan mendalam. Pemanjaan oleh media sosial ataupun portal berita daring yang cenderung memberikan informasi tidak lebih dari 200 kata dan terkadang hanya memfokuskan informasi pada judul dan paragraf awal, ataupun foto yang terkadang juga tidak representatif, membuat masyarakat mudah puas dengan‘ pengetahuan’ singkat, alias‘ cukup tahu’.
9 Begitu banyak fenomena terjadi, baik di Indonesia maupun secara global, yang menandakan kebingungan kita terhadap efek dari era digital.
11