An Ode: Shadow - A Seventeen Anthology | Page 84

Jihoon mendesah. Seketika dia sakit kepala. Kumpulan orang-orang tolol alamiah, keluhnya dalam hati. Mungkin dibesarkan dikelilingi berbagai macam bunga membuatnya memiliki jiwa romantis yang lebih tinggi daripada teman-teman sebayanya. Dia pun berdiri, beranjak dari meja laknat itu untuk melakukan kegiatan favoritnya: menyepi. *** Malam kian larut. Semua berjalan begitu cepat, meski bukan tanpa suka dan duka, terutama bagi Jeonghan dan Joshua (dan Seungcheol, mengingat dirinyalah korban pelepas stres kedua anak lelaki itu). Persiapan di sekolah, persiapan di pertokoan mereka… belum lagi memasti- kan nilai akademik mereka tidak terancam untuk bisa lulus dan melanjutkan ke jenjang berikutnya. Jujur saja, andai mereka bukan Jeonghan dan Joshua, mungkin mereka takkan mampu menyelesaikan itu semua. Tapi, nyatanya, mereka mampu. Dan pesta kostum di aula olahraga sekolah berlangsung dengan riuh, namun menyenangkan. Joshua dengan kostum butler-nya tertawa manis di sebelah Jeonghan sang vampir, yang tak henti-hentinya menantang Seungcheol dalam kostum werewolf untuk adu minum dengannya, yang mana kemudian menarik perhatian beberapa orang di sekitar mereka untuk memulai sebuah pertandingan dadakan. Di luar dugaan Joshua, Seungcheol dan Jeonghan kalah dari anggota OSIS termuda mereka, Lee Chan. Lee Chan seyogyanya adalah anggota OSIS yang baru saja mereka rekrut tahun ini, tapi juga anak lelaki termuda dalam circle mereka yang merupakan calon penerus toko kue tradisional Jepang di jalan pertokoan. Jeonghanlah yang mengajak (baca: menculik) Chan agar mau menemaninya sebagai anggota OSIS. Sambil memutar bola mata, Chan menyetujui pintanya. Persis di sebelah Chan, berdiri Kwon Soonyoung dalam kostum harimaunya dan Wen Junhui dalam kostum… err… apakah itu kostum hotdog lengkap dengan sayur? Yah well. Apa pun yang mereka kenakan sebenarnya tidak masalah, selama masih berpakaian senonoh. Joshua hanya lega Soonyoung tidak datang ke pesta ini mengenakan kostum ‘sopan tapi bajin- gan’-nya yang kemarin sempat ia tanyakan pendapatnya pada Joshua. Memutar kepala, Joshua bisa menemukan Kim Mingyu si anak penjaga toko bento, kostumn- ya seolah ia berusaha menjadi kepala geng motor, sedang berdebat kusir dengan Xu Minghao. Minghao ahli dalam jahit-menjahit dan ia tengah memarahi Mingyu yang mengenakan kostum berantakan di matanya. Ia sendiri mengenakan topi dan jas, menjadi mafia yang perlente. Joshua menghela napas. Sungguh tak ingin berada di antara mereka, ia melipir ke meja di mana terdapat mangkuk punch. “Joshua~” Ia menoleh dan menemukan seraut wajah tersenyum ceria seperti di emoji handphone. “Seok- kie,” tersenyum, ia, pada anak lelaki yang mengenakan kostum…. hah? Senyum Joshua langsung lenyap, digantikan kerut bingung di antara dua alis. “Mmm… Seok, kamu pakai