Desahan kecewa keluar dari mulut Wonwoo, spontan dan dibarengi dengan keluhan, “Apa
kau takut dengan itu?”
Soonyoung menepuk paha Wonwoo, wajahnya ditekuk kesal, “Aku belum selesai bicara,
loh!”
Wonwoo menghela nafas, lalu membungkuk lagi, secara tidak langsung menunjukkan keter-
tarikannya untuk mendengar lebih banyak bagian dari cerita Soonyoung. “Aku mencari stick
harpa itu. Apa sih namanya, pokoknya yang bisa digunakan untuk main harpa.”
Wonwoo manggut-manggut, tidak tahu namanya tapi iya, ia tahu apa benda yang dimaksud.
“Dan lalu, ketemu. Letaknya di bawah pohon besar yang ada di depan rumah Mingyu.”
“Sebentar,” potong Wonwoo, alisnya naik sebelah, “Dari halaman belakang sampai halaman
depan kan lumayan jauh?”
Soonyoung mengangguk. “Aku tahu. Tapi seperti ada yang membujukku, ayo coba dicari
bendanya. Makanya aku sampai mencari ke sana. Padahal kan, kau tahu sendiri aku orangnya
bagaimana—“
“—malas dan tidak sabaran.” Soonyoung mendelik mendengar ini, tapi mencoba menghirau-
kannya. “Lalu, aku kembali ke sana. Anehnya, saat aku sampai, harpanya sudah tidak ada.
Padahal, alat musik itu kan besar, satu orang saja kesusahan mengangkatnya. Tapi anehnya,
tidak ada tanda-tanda ada jejak orang di sana. Bahkan, halaman belakang menjadi terlalu
bersih saat aku kembali. Dan kau harus tahu, jarak waktu aku kembali dari halaman depan ke
belakang tidak ada 5 menit. Siapa yang sanggup mengangkat benda itu tanpa ada jejak,
setidaknya seharusnya ada suara derapan kaki.”
Diam.
Sunyi.
Setelah Soonyoung menceritakan itu, Wonwoo benar-benar tidak punya kata-kata yang tepat
untuk diucapkan. Ia memang sempat melihat ada sebuah harpa besar di halaman belakang,
bersandar pada tembok dan juga ada serakan daun-daun di sekitarnya. Jadi, Wonwoo rasa
Soonyoung tidak berbohong. Bahkan, sangat amat nyata untuk dibayangkan.
“Lalu,” Wonwoo bertanya untuk pertama kalinya, “Apa tidak ketemu harpanya?”
Kali ini, ia bisa melihat wajah Soonyoung kembali pucat dan panik seperti tadi siang saat ia
datang ke kamarnya. Sahabatnya itu mengusap wajahnya kasar sebelum berkata, “Ketemu.
Karena penasaran, aku pergi ke ruang tamu. Tidak ada. Anehnya, badanku tiba-tiba seperti
bergerak sendiri ke loteng. Dan,” Soonyoung mengerjapkan matanya, tangannya merangkul
badannya sendiri, “Ada.”