albashiroh MAJALAH edisi 53 | Page 57

CERPEN 57 Yang takkan terusik meski Alef berteriak histeris seperti sekarang. “Afni, bangun ni. Afni bangun. Ayo sini main sama kakak. Ayo, Ni. Bangun. Kakak akan mengajakmu main kema- na pun, Ni. Bangunlah Ni!” Alef men- gulang-ulang kata itu. Namun percuma. Afni takkan kembali, meski dalam kha- yalan tinggi. Kedua orang tuanya me- meluk. *** Alef masih di sana. Mengurung diri di sudut pojok kamar bersampingan lemari kaca. Merana. Melumerkan de- rai tetesan air mata. Tak ingin ia seka. Lara, perasaan bersalahnya takkan pu- Sang ibu kian pecah tangisnya. Sebisa dar. Kata maaf pun tak lagi berguna. Apa mungkin ia palingkan diri dari Alef. Tak in- hanya dengan bersimpuh menyesali segala gin anaknya tahu. Namun, kiranya percu- perbuatannya di nisan Afni lalu semuanya ma. Alef telah menyadari. selesai? Ia rasa tidak, tak cukup. Begitu be- “Alef harus kuat ya?” Ayah me- sar kesalahannya kepada Afni. Tak seband- meluknya. Menyuruh bersabar meski ia ing. Hanya keterpurukan yang mungkin sendiri menangis di balik bahu Alef. dapat menyicil hutang dosa kepada adikn- Alef masih tak mengerti. ya. Meski ia tahu bahwa itu tak sepenuhn- “Ayah, ada apa ini? Kenapa ayah dan ya dapat terbayar. Dengan apa lagi, Alef tak ibu menangis?” tahu. Ia hanya bisa berandai-andai waktu “Adikmu, Lef .. Afni, Afni sudah tia- dapat diputar kembali. Masa di mana adi- da. Ia tercebur di kolam waktu main sama knya masih ada. Iwan. Nggak ada yang tahu sebelumnya, *** sampai akhirnya Iwan menangis. Memberi *Ketika sebuah cerita adalah bagian tahu ibumu dengan tangisan itu!” Dalam dari masa lalu. pelukan ayahnya, Alef tersen- tak. Mematung kaku. Perlahan matanya menoleh ke samping. Memandangi semacam gundu- kan yang ditutupi kain lurik. Hati Alef bergemuruh. Sebulir air be- ning dari sudut matanya terjun bebas. Tulus. Ia melepas pelu- kan ayah, menghampiri, mem- buka penutup itu. Tak percaya, Alef mengguncang tubuh adikn- ya yang tak lagi bernyawa. Tel- ah bersemayam tenang di sana.